Agen Judi Online - Cerita Sex : Ngesex Di Rumah Makan
Agen Judi Online - Seperti biasa, malam hari sekitar jam
19:00, sepulang kerja aku selalu mencari tempat untuk makan (maklum
bosenan), dan aku teringat oleh kata temanku yang baru siang tadi makan
di WP. Karena jarak antara kantor dan lok agak jauh maka aku segera
buru-buru melarikan kudaku.
Agen Maxbet - Sesampainya di sana aku agak bingung,
karena begitu banyak buaya dan kuda yang parkir. Tanpa pikir panjang
kuparkir di tempat yang agak jauh. Kuda yang parkir di situ rata-rata
adalah kuda luar kota, kebanyakan plat L dan W. Ketika memasuki lok, di
sana ada banyak meja yang kosong, sempat aku berpikir,
“Apakah aku salah tempat?”
“Dutt..” kulihat seorang teman memanggil diriku.
“Dutt..” kulihat seorang teman memanggil diriku.
Aku biasa dipanggil endut oleh teman karena perut yang agak-agak buncit dikit, mungkin karena terlalu banyak minum x yach.
“Git, ngapain di sini?” tanyaku ke Sigit, karena kulihat di mejanya hanya ada sebotol Fanta.
“Lagi nunggu,” sahutnya.
“Nunggu apa? Makanan?” tanyaku penasaran.
“Lagi nunggu servis,” balasnya yang membuatku penasaran.
“Servis apa? Kuda?” tanyaku semakin penasaran.
“Lha kamu mau apa?” Sigit balik bertanya.
“Makan,” jawabku polos.
“Wah kuno kamu, di sini ada servis selain makan dan minum,” balas Sigit sambil menyeringai.
“Mas, mau pesan apa?” tanya seorang cewek yang sempat membuatku terkejut.
“Eh.. di sini ada apa aja?” jawabku.
“Di sini ada cewek,” sahut Sigit seraya mengerlipkan sebelah mata kepada cewek tadi.
“Ah.. Mas Sigit ini, genit ah.. kan pelanggan baru kalau nggak mau bagaimana?” jawab si cewek agak manja.
“Saya pesan nasi campur dan es jeruk yang lainnya nanti saja,” jawabku sambil memperhatikan cewek yang akhirnya kutahu namanya adalah Mimin.
“Lagi nunggu,” sahutnya.
“Nunggu apa? Makanan?” tanyaku penasaran.
“Lagi nunggu servis,” balasnya yang membuatku penasaran.
“Servis apa? Kuda?” tanyaku semakin penasaran.
“Lha kamu mau apa?” Sigit balik bertanya.
“Makan,” jawabku polos.
“Wah kuno kamu, di sini ada servis selain makan dan minum,” balas Sigit sambil menyeringai.
“Mas, mau pesan apa?” tanya seorang cewek yang sempat membuatku terkejut.
“Eh.. di sini ada apa aja?” jawabku.
“Di sini ada cewek,” sahut Sigit seraya mengerlipkan sebelah mata kepada cewek tadi.
“Ah.. Mas Sigit ini, genit ah.. kan pelanggan baru kalau nggak mau bagaimana?” jawab si cewek agak manja.
“Saya pesan nasi campur dan es jeruk yang lainnya nanti saja,” jawabku sambil memperhatikan cewek yang akhirnya kutahu namanya adalah Mimin.
Mimin adalah pegawai di warung itu,
selain cantik juga mempunyai tubuh yang lumayan, tinggi; sekitar 170 cm,
kulit; putih mulus, dada; sekitar 36, pinggul; seksi (apalagi kalau
berjalan). Sambil makan dan berbincang, baru kutahu kalau si Sigit ini
sering ke sini, makanya dia berani menggoda Mimin. Selesai makan Sigit
mengajakku ke sebuah ruangan di dalam warung itu, ruangan itu tidak
terlalu lebar tapi sangat panjang dan memiliki banyak kamar dan hanya
ada satu pintu untuk masuk dan keluar. Kulihat Sigit memasuki kamar
pertama, dan ternyata di situ adalah tempat receptionis dan seorang
wanita yang sedang menulis-nulis sebuah buku (sepertinya buku
administrasi).
“Mbak, ada yang kosong?” tanyanya.
“Ada, ehm.. mau dua atau satu Git, atau.. masing-masing dua?” sambil melihat ke arahku.
“Masing-masing satu aja, ini temanku baru pertama kali ke sini,” katanya.
“Oke, mau yang mana?” tanya wanita itu sambil memberikan foto-foto cewek lengkap dengan nama dan umur mereka di balik foto-foto itu.
“Eh.. kamu mau yang mana?” tanya Sigit kepadaku.
“Ada, ehm.. mau dua atau satu Git, atau.. masing-masing dua?” sambil melihat ke arahku.
“Masing-masing satu aja, ini temanku baru pertama kali ke sini,” katanya.
“Oke, mau yang mana?” tanya wanita itu sambil memberikan foto-foto cewek lengkap dengan nama dan umur mereka di balik foto-foto itu.
“Eh.. kamu mau yang mana?” tanya Sigit kepadaku.
Kemudian aku melihat separuh foto-foto
itu karena yang separuhnya sedang dilihat Sigit. Tak lama setelah kami
bertukar foto, aku memilih sebuah foto yang dibaliknya ada nama Putri
dan berumur 20 tahun.
“Oke, silakan tunggu di kamar 30 dan 31!” jawab wanita itu sambil memberikan kunci kamar nomor 30 kepadaku.
Sambil berjalan menuju kamar 30, aku
sempat mendengar suara desahan nafas yang sangat kuhafal karena sering
menonton film biru. Ketika aku sampai di depan pintu kamar seorang cewek
cantik berusia sekitar 18 tahun menghampiriku dan bertanya,
“Mau sama Mbak Putri ya Mas?” tanyanya.
“Iya..” jawabku sambil mengamati wajah dan tubuh yang hanya mengenakan kaos ketat tipis tanpa BH dan celana ketat pendek (sepertinya celana untuk senam).
“Mas baru pertama ya ke sini?” tanyanya menyelidik.
“Iya.. kok tahu?” sahutku.
“Iya, tahu dong kan yang masuk sini selalu saya perhatikan dan kebanyakan hanya om-om. Oh iya nama saya Nani. Situ siapa?” tanyanya.
“Aku Choly. Masuk yuk, di dalam kan lebih enak!” sambil membuka pintu kamar dan menutup setelah Nani masuk.
“Iya..” jawabku sambil mengamati wajah dan tubuh yang hanya mengenakan kaos ketat tipis tanpa BH dan celana ketat pendek (sepertinya celana untuk senam).
“Mas baru pertama ya ke sini?” tanyanya menyelidik.
“Iya.. kok tahu?” sahutku.
“Iya, tahu dong kan yang masuk sini selalu saya perhatikan dan kebanyakan hanya om-om. Oh iya nama saya Nani. Situ siapa?” tanyanya.
“Aku Choly. Masuk yuk, di dalam kan lebih enak!” sambil membuka pintu kamar dan menutup setelah Nani masuk.
Setelah berbincang dengan dia baru
kutahu kalau dia anak pemilik warung yang tidak diperhatikan oleh
orangtuanya karena sibuk dengan urusan warung, makanya dia berada di
ruangan itu tanpa sepengetahuan orangtuanya. Tak berapa lama kemudian
pintu kamar terbuka, ternyata Putri yang kupesan tadi.
“Maaf, lama menunggu ya,” kata putri.
“Udah dulu ya Mas, Mbak putri sudah datang, silakan bersenang-senang,” kata Nani.
“Lho, Nani nanti kalau ibu tahu kamu bisa dimarahi lho,” kata Putri.
“Cuek aja, yang penting bisa happy (sambil keluar dari kamar),” kata Nani.
“Mas sudah lama nunggu ya?” tanya Nani.
“Ah enggak kok, lagian kan ada Nani,” kataku.
“Saya ke kamar mandi dulu ya, Mas buka saja dulu pakaiannya supaya lebih rileks,” kata Putri.
“Udah dulu ya Mas, Mbak putri sudah datang, silakan bersenang-senang,” kata Nani.
“Lho, Nani nanti kalau ibu tahu kamu bisa dimarahi lho,” kata Putri.
“Cuek aja, yang penting bisa happy (sambil keluar dari kamar),” kata Nani.
“Mas sudah lama nunggu ya?” tanya Nani.
“Ah enggak kok, lagian kan ada Nani,” kataku.
“Saya ke kamar mandi dulu ya, Mas buka saja dulu pakaiannya supaya lebih rileks,” kata Putri.
Setelah Putri masuk kamar mandi, kubuka
baju dan celana sampai telanjang bulat. Sambil menunggu kuperhatikan
kamar itu, ternyata itu adalah kamar Putri, di sana banyak foto Putri
sedang in action. “Wah Mas kok nafsu banget, nggak pakai pemanasan?”
tanya Putri menyadarkanku dari lamunan. Ternyata Putri sudah tidak
memakai apa-apa kecuali handuk yang hanya mampu menutupi dadanya yang
kalau dilihat dia berukuran 35D itu, dan daerah liang senggamanya hanya
tertutupi oleh bulu kemaluan yang tidak terlalu lebat.
“Mas, kok ngelamun?” tanya dia lagi.
“Wah tubuhmu bagus sekali,” jawabku.
“Wah tubuhmu bagus sekali,” jawabku.
Tanpa basa-basi kutarik tubuh itu dan
kuciumi bibir tipis yang membuat wajahnya menjadi cantik. Putri tidak
membalas ciuman pada menit pertama, tapi lama kelamaan dia mulai
membalas ciumanku dengan sangat buas. “Mas rebahan di kasur ya! biar
bisa isep itu,” sambil menunjuk ke arah kemaluanku yang tak terasa sudah
mulai menegang.
Aku langsung saja tiduran dan dia
membuka handuk yang menempel tadi dan menjatuhkannya di lantai. Ternyata
aku salah menilai susu yang besar itu, ternyata berukuran 36D. Setelah
menaiki kasur dia langsung menciumi bibirku dan perlahan mulai turun dan
akhirnya dia mengulum batang kemaluanku yang berukuran sekitar 15 cm
itu. Aku pun menikmati permainan itu, secara perlahan dia mulai
menaikiku dan mengarahkan batang kemaluanku yang sudah siap perang ke
arah lubang kemaluannya. “Bless..” dan, “Ah..” Putri mendesah sambil
memejamkan matanya. Agak lama dia terdiam dan aku merasakan sesuatu yang
memijit batang kemaluanku di dalam lubang kemaluannya. Dia mulai
membuka mata dan menaik-turunkan pinggulnya.
“Ah.. ah.. ah.. Mass.. ah.. ennaaknyaa.. ah..” sambil terus menaik-turunkan pinggulnya. Sampai akhirnya dia menjerit
“Mass.. aku.. mauu.. keluuarr.. ah..” kurasakan ada cairan yang menyemprot kemaluanku dengan derasnya.
“Mass.. aku.. mauu.. keluuarr.. ah..” kurasakan ada cairan yang menyemprot kemaluanku dengan derasnya.
Namun aku masih belum bisa menerima
perlakuan ini, aku ganti posisi sehingga aku berada di atas dan dia
membuka kakinya lebar-lebar seakan menyambut kedatangan kemaluanku.
“Ayo Mas, puaskan Mas, basahi meki ini
Mas.” Tanpa ba bi bu, aku langsung menggenjot dia sehingga dia mengalami
klimaks yang kedua kalinya.
“Aaah.. aah.. aah.. Maass..”
“Puutt.. aku.. su.. dah.. nggak.. kuaat.. ah..”
“Aaah.. aah.. aah.. Maass..”
“Puutt.. aku.. su.. dah.. nggak.. kuaat.. ah..”
Kuakhiri kata-kata terakhir sambil memuncratkan spermaku ke dalam lubang kemaluannya.
“Mas ini kuat sekali ya, aku belum
pernah seperti ini,” katanya sambil lubang kemaluannya memijit batang
kemaluanku yang masih tegang di dalam.
“Aku juga Put, belum pernah merasakan yang seperti ini (hanya alasan supaya senang).” Dan kami melakukannya sekali lagi karena kemaluanku masih tegang dan dipijat terus oleh lubang kemaluannya, jadinya tidak bisa tidur walau sudah keluar.
“Aku juga Put, belum pernah merasakan yang seperti ini (hanya alasan supaya senang).” Dan kami melakukannya sekali lagi karena kemaluanku masih tegang dan dipijat terus oleh lubang kemaluannya, jadinya tidak bisa tidur walau sudah keluar.
Setelah selesai aku membersihkan diriku
di kamar mandi. Selesai mandi aku keluar kamar dan melihat Putri
tertidur, aku langsung saja keluar kamar, eh.. ternyata Sigit sudah lama
menungguku dan dia sudah membayar ongkos service tadi. Aku pun pamit
dan berterima kasih pada Sigit karena sudah malam dan besok masih ada
pekerjaan yang menunggu di kantor.
Pada hari Sabtu sore aku berjalan-jalan
di sebuah pertokoan di dekat alun-alun. Kulihat jam sudah menunjukan
pukul 18.00 dan perutku sudah mulai lapar. Ketika mencari sebuah rumah
makan aku melihat ada seorang gadis yang duduk sendiri membelakangiku
dan tampaknya gadis itu adalah Nani anak dari yang punya WP, dan kusapa
dia.
“Hi, Nan..” sapaku.
“Oh, Mas Choly..” kata Nani.
“Sendiri?” tanyaku.
“Nggak, sama teman,” jawabnya.
“Sama pacar?” tanyaku lagi.
“Pacar? belum punya tuh,” katanya.
“Oh, Mas Choly..” kata Nani.
“Sendiri?” tanyaku.
“Nggak, sama teman,” jawabnya.
“Sama pacar?” tanyaku lagi.
“Pacar? belum punya tuh,” katanya.
Tak lama kemudian ada sepasang muda-mudi yang bergandengan tangan ke arah kami.
“Mas kenalin ini teman saya Erika dan Iwan,” kata Nani.
“Hai saya choly,” kataku memperkenalkan diri.
“Saya Erika,” kata Erika.
“Iwan,” kata Iwan.
“Kok lama banget sih, kamu lagi pesan atau buat masakan?” tanya Nani.
“Kan antri non,” kata Erika.
“Cho, kamu nggak pesan?” tanya Iwan.
“Sudah tadi (ketika sedang berduaan),” kataku.
“Nan, kamu nanti ikut kami nggak? Berempat kan asyik,” kata Erika.
“Tanya dulu dong, masa langsung angkut. Mas Choly ada acara nggak?” tanya Nani.
“Nggak ada,” kataku.
“Mau ikut kami?” tanya Nani.
“Ke mana?” tanyaku.
“Ada deh,” kata Nani.
“Boleh, lagian besok libur kantor, nganggur,” kataku.
“Hai saya choly,” kataku memperkenalkan diri.
“Saya Erika,” kata Erika.
“Iwan,” kata Iwan.
“Kok lama banget sih, kamu lagi pesan atau buat masakan?” tanya Nani.
“Kan antri non,” kata Erika.
“Cho, kamu nggak pesan?” tanya Iwan.
“Sudah tadi (ketika sedang berduaan),” kataku.
“Nan, kamu nanti ikut kami nggak? Berempat kan asyik,” kata Erika.
“Tanya dulu dong, masa langsung angkut. Mas Choly ada acara nggak?” tanya Nani.
“Nggak ada,” kataku.
“Mau ikut kami?” tanya Nani.
“Ke mana?” tanyaku.
“Ada deh,” kata Nani.
“Boleh, lagian besok libur kantor, nganggur,” kataku.
Sambil makan aku memperhatikan Erika
yang tak kalah cantik dibanding Nani, tingginya sekitar 160 cm, dadanya
sekitar 34, kulitnya coklat, pinggulnya agak kecil (lumayan). Setelah
makan kami menuju ke areal parkir. Karena masing-masing bawa kuda (aku
dan Iwan) maka aku satu kuda sama Nani karena dia yang tahu mau ke mana.
Saat di dalam mobil dia banyak cerita tentang temannya yang akhirnya
kutahu kalau mereka itu sedang berpacaran dan sudah bertunangan. Ketika
akan melewati sebuah hotel Nani menyuruhku untuk masuk ke dalam hotel
itu.
“Mau nginap?” tanyaku.
“Ya ke sini ini tujuan kita,” kata Nani.
“Ya ke sini ini tujuan kita,” kata Nani.
Sambil mencari tempat parkir aku
berpikir kalau aku sedang mendapat kejutan akan berkencan dengan seorang
gadis yang cantik dan gratis karena dia yang mengajak. Setelah
menemukan tempat yang aman dari teman sekantor, kami masuk ke dalam dan
teman Nani sudah memesan sebuah kamar VIP. Kami pun berjalan mengikuti
belboy yang menunjukkan di mana kamar kami. Sesampainya di kamar, Iwan
memberi tip kepada belboy dan menutup pintu kamar.
Kamar yang unik menurutku (karena belum
pernah masuk), ada dua kasur besar di dalam dua ruangan tanpa pintu yang
berseberangan, sebuah ruang tamu lengkap dengan TV, kulkas, AC dan
sebuah meja kecil dengan telepon. Kami berempat duduk berpasangan di
ruang tamu, aku dengan Nani dan Iwan dengan Erika. Tanpa menunggu
aba-aba Iwan langsung menciumi Erika, dan kurasakan tangan Nani mulai
membelai pahaku. Aku pun langsung memeluk Nani dan menciumi bibir
sensualnya. Nani pun membalas ciuman itu dengan buas dan liar bagai
singa sedang memakan mangsanya. Kemudian Erika bertanya,
“Nan, kamu kamar yang mana?”
“Terserah deh, pokoknya ada kasurnya,” kata Nani.
“Aku masuk dulu ya,” kata Erika.
“Aku juga ah.. nggak enak di sini,” kata Nani.
Sambil menarikku ke dalam kamar dan membaringkan aku dengan sedikit mendorong.
“Mas, aku akan servis kamu lebih dari yang pernah kamu alami,” kata Nani.
“Boleh aja, asal bisa tahan lama,” kataku.
“Terserah deh, pokoknya ada kasurnya,” kata Nani.
“Aku masuk dulu ya,” kata Erika.
“Aku juga ah.. nggak enak di sini,” kata Nani.
Sambil menarikku ke dalam kamar dan membaringkan aku dengan sedikit mendorong.
“Mas, aku akan servis kamu lebih dari yang pernah kamu alami,” kata Nani.
“Boleh aja, asal bisa tahan lama,” kataku.
Nani membuka pakaiannya sambil
melenggak-lenggokkan pinggul layaknya seorang penari striptease. Setelah
pakaiannya habis dia berjongkok sambil menciumi batang kemaluanku yang
sudah tegak di dalam celana. Sambil menciumi dia membuka celana dan aku
membuka baju sampai telanjang bulat. Dia langsung menciumi dan menjilati
kemaluanku yang sudah tegak berdiri dengan gagahnya.
“Mas besar sekali?” tanya Nani.
“Tapi enakkan..” kataku.
“Iya..” katanya.
“Tapi enakkan..” kataku.
“Iya..” katanya.
Kemudian kutarik tubuhnya sehingga aku dapat menciumi lubang kemaluannya dan dia tetap dapat mengulum kemaluanku.
“Mas.. lidahnya.. nakal.. auw.. ah..” katanya sambil mendesah.
“Kamu juga pintar mainin lidah,” kataku.
“Mas.. masukin.. aja.. ya.. aku.. pingin.. ini..” kata Nani.
“Kamu juga pintar mainin lidah,” kataku.
“Mas.. masukin.. aja.. ya.. aku.. pingin.. ini..” kata Nani.
Sambil memutar tubuhnya, sayub-sayub aku mendengar jeritan nikmat dari kamar seberang.
“Ah.. Mas.. nikmat.. Mas.. ah..” katanya
ketika batang kemaluanku masuk dan sambil menaik-turunkan pinggulnya
aku merasakan batang kemaluanku mendapat hisapan yang sangat kuat.
“Mas.. oh.. ah.. Mas.. enak.. ah..” desah Nani.
“Ka.. muu.. juga..” selang agak lama dia mulai mempercepat genjotannya dan akhirnya dia orgasme.
“Ah.. Mas.. ah.. enak..”
“Mas.. oh.. ah.. Mas.. enak.. ah..” desah Nani.
“Ka.. muu.. juga..” selang agak lama dia mulai mempercepat genjotannya dan akhirnya dia orgasme.
“Ah.. Mas.. ah.. enak..”
Aku tahu dia sudah lemas, maka aku membalikkan tubuhnya sambil batang kemaluanku tetap di dalam dan mulai menggenjot tubuhnya.
“Oh.. Mas.. yang keras.. Mas.. ah..” dia berkata sambil mengangkat kedua kakinya sehingga aku dapat menciumi betisnya.
“Oh.. Mas.. yang keras.. Mas.. ah..” dia berkata sambil mengangkat kedua kakinya sehingga aku dapat menciumi betisnya.
Tak berapa lama, “Mas.. aku.. mau kegh.. luar.. ah.. Mas.. nggak.. kuat..” teriaknya.
“Ta.. han.. sebentar ya.. aku.. juga.. hmmff,” aku mempercepat gerakan dan akhirnya..
“Mas.. ah.. aku.. keluar.. Mas.. aagh.. hmmff.. hmmff..”
“Ah.. ah.. oh..”
“Mas.. ah.. aku.. keluar.. Mas.. aagh.. hmmff.. hmmff..”
“Ah.. ah.. oh..”
Kami mengeluarkan secara bersamaan dan
aku mencium keningnya dan dia pun membalas mencium dadaku sambil sedikit
menggenjot secara halus untuk mengeluarkan sisa sperma yang belum
keluar. “Plok, plok, wah hebat bener sampai Nani harus dua kali keluar,”
kata Erika yang sedang memperhatikan kami, ternyata dia dan Iwan sudah
lama menonton pertandingan kami dan kami tidak menyadarinya.
Setelah membersihkan diri kami berkumpul di ruang tamu sambil berbincang tanpa sehelai benang yang menempel.
“Gimana Nan enak?” tanya Erika.
“Luar biasa Er, aku belum pernah seperti ini,” kata Erika.
“Kalau sama aku?” tanya Iwan.
“Kamu sih nggak ada apa-apanya sama dia?” kata Nani sambil menyandarkan kepalanya di dadaku.
“Masa?” tanya Iwan.
“Iya, punya dia kan lebih besar dan lebih lama,” kata Nani.
“Kalau lama aku mungkin bisa kan biasanya melayani kalian berdua jadinya capek kan,” kata Iwan.
“Gimana kalau nanti kita tukar, aku sama Choly dan kamu (Nani) sama Iwan,” kata Erika.
“Wah rugi aku dapat Iwan,” kata Nani.
“Menghina ya,” kata Iwan.
“Nggak pa-pa Nan, aku kan juga pingin ngerasain,” kata Erika.
“Kamu mau nggak Mas?” tanya Nani kepadaku.
“Boleh, tapi biasanya yang kedua lebih lama,” kataku.
“Waduh, rugi dua kali nih,” kata Nani.
“Kamu kan kapan-kapan bisa berduaan lagi, kalau aku kan mau menikah,” kata Erika.
“Iya deh,” kata Nani.
“Luar biasa Er, aku belum pernah seperti ini,” kata Erika.
“Kalau sama aku?” tanya Iwan.
“Kamu sih nggak ada apa-apanya sama dia?” kata Nani sambil menyandarkan kepalanya di dadaku.
“Masa?” tanya Iwan.
“Iya, punya dia kan lebih besar dan lebih lama,” kata Nani.
“Kalau lama aku mungkin bisa kan biasanya melayani kalian berdua jadinya capek kan,” kata Iwan.
“Gimana kalau nanti kita tukar, aku sama Choly dan kamu (Nani) sama Iwan,” kata Erika.
“Wah rugi aku dapat Iwan,” kata Nani.
“Menghina ya,” kata Iwan.
“Nggak pa-pa Nan, aku kan juga pingin ngerasain,” kata Erika.
“Kamu mau nggak Mas?” tanya Nani kepadaku.
“Boleh, tapi biasanya yang kedua lebih lama,” kataku.
“Waduh, rugi dua kali nih,” kata Nani.
“Kamu kan kapan-kapan bisa berduaan lagi, kalau aku kan mau menikah,” kata Erika.
“Iya deh,” kata Nani.
Setelah itu Erika dan Nani bertukar
tempat dan sekarang Erika berada dalam pelukanku sedangkan Nani bersama
Iwan. Selang agak lama berbincang-bincang Erika mulai meraba-raba dadaku
dan memberikan ciuman kecil pada pentilku. Aku pun membalas dengan
membelai lembut buah dada yang tampak menggairahkan itu. Tak lama
kemudian Iwan menggendong Nani dan membawanya memasuki kamar tempat
Erika dan Iwan bermain pada mulanya. Sedangkan Erika semakin buas dan
segera mengulum batang kejantananku yang masih tidur dengan nyenyaknya.
Aku pun menikmati perlakuan yang
diberikan Erika kepada batang kejantanan yang sekarang setengah tiang
itu. Tampaknya Erika sangat ahli dalam hal mengulum, buktinya tidak lama
kemudian adik kesayanganku itu terbangun dalam keadaan siap tempur. Aku
menjadi tidak sabar dengan keadaan itu maka dengan nafsu yang besar
kugendong tubuh Erika menuju ke kamar yang satunya lagi.
Di dalam kamar langsung kulempar tubuh
itu ke atas kasur dan aku pun mulai menciumi daerah liang senggama Erika
yang sudah terlihat sangat merangsang.
“Emh.. emh.. ahh..” tampaknya Erika mulai merasakan rangsangan yang aku berikan.
“Mas.. aku.. pingin.. Mas.. ah..” setelah berkata, dia langsung membalikkan badannya dan sekarang posisi kami saling berhadapan dengan dia di atas dan aku di bawah.
“Mas.. aku.. pingin.. Mas.. ah..” setelah berkata, dia langsung membalikkan badannya dan sekarang posisi kami saling berhadapan dengan dia di atas dan aku di bawah.
Dia mulai mengarahkan batang kemaluanku ke arah kemaluannya dan..
“Ahh..” amblaslah batang kemaluan yang lumayan besar itu.
Tanganku pun tak mau tinggal diam, meremas-remas buah dada yang sedang mengayun-ayun di atas dadaku.
“Emmhh.. ah..” dia pun mulai memainkan
pantatnya. Tak berapa lama dia mengejang dan menurunkan pantatnya sampai
batang kemaluanku amblas tak terlihat, rupanya dia sudah orgasme, tapi
dia tidak seperti habis orgasme tetap menaik-turunkan pantatnya malah
semakin cepat.
Aku pun merasa nikmat dan dalam waktu
singkat aku pun orgasme. Kami pun tertidur kecapaian sambil kemaluanku
tetap di dalam liang senggamanya dan kepalanya berada di dadaku.
Keesokan harinya kami pulang ke rumah
masing-masing, dan sejak kejadian itu aku tidak pernah bertemu dengan
Erika lagi, begitu juga Nani, entah kemana mereka, seolah hilang ditelan
bumi. Maka aku pun hanya bisa membayangkan tidur bersama mereka berdua.
Dan aku semakin sering datang ke lok barangkali bisa bertemu Nani,
kalaupun tidak bertemu masih ada keistimewaan dari warung itu, makan
sambil ngeseks. Sekian…
No comments:
Post a Comment