Bandar Bola EURO 2016 - Cerita Sex: GaraGara Minta Cukur
Bandar Bola EURO 2016 - Untuk membentuk agar bulu kemaluanku
tumbuh dengan rapih, suatu hari timbul niat isengku untuk mencukur
total. Kusiapkan alat-alat dahulu sebelum kumulai aksinya.
Agen Sbobet - Mulai dari
gunting, kaca cermin, lampu duduk, dan koran bekas untuk alas agar bekas
cukuran tdk berantakan kemana-mana. Kupasang cermin seukuran buku tulis
tepat di depan kemaluanku untuk melihat bagian bawah yg tdk terlihat
secara langsung.
Tdk lupa pula kunyalakan lampu duduk di antara selangkanganku. Kumulai pelan-pelan, kugerakkan pisau cukur dari atas ke bawah.
Baru mulai aku
menggoreskan pisau cukur itu, aku dengar suara langkah masuk ke kamarku,
segera aku lihat baygan di kaca buffet, tdk jelas benar, tapi aku bisa
menebaknya bahwa dia adalah si Ida, kemenakan dari ibu kost.
Aku bingung juga, mau membereskan
perangkat ini terlalu repot, tdk sempat. Memang aku melakukan kesalahan
fatal, aku lupa mengunci pintu depan ketika kumulai kegiatan ini.
Akhirnya dalam hitungan detik muncul juga wajah si Ida ke dalam kamarku.
Dalam waktu yg singkat itu, aku sempat meraih celana dalamku untuk
menutupi kemaluanku. Sambil meringis berbasa-basi sekenanya.
“He… he… ada apa Da..?” sapaku gelagapan.
“Eh, Mas Adi lagi ngapain..?” kata Ida yg nampaknya juga sedang menyembunyikan kegugupannya.
“Eh, Mas Adi lagi ngapain..?” kata Ida yg nampaknya juga sedang menyembunyikan kegugupannya.
Si Ida memang akrab dengan saya, dia
sering minta bimbingan dalam hal pelajaran di sekolahnya. Khususnya pada
mata pelajaran matematika yg memang menjadi kegemaranku. Ida sendiri
masih sekolah di SMU. Berkata jorok memang sering kami saling lakukan
tetapi hanya sebatas bicara saja.
Apalagi Ida juga menanggapinya, dengan
perkataan yg tdk kalah joroknya. Tapi hanya sebatas itulah.
Kembali pada adegan tadi, dimana aku
tengah kehabisan akal menanggapi kehadirannya yg memergokiku sedang
mencukur bulu kemaluan. Akhirnya kubuka juga kekakuan ini.
“Enggak apa-apa Da, biasa… kegiatan rutin.”
“Apaan sih..?”
“Ida sudah berusia 17 tahun belum..?”
“Emangnya kenapa kalau udah..?” kata Ida masih berdiri dengan canggung sambil terus menatapku dengan serius.
“Apaan sih..?”
“Ida sudah berusia 17 tahun belum..?”
“Emangnya kenapa kalau udah..?” kata Ida masih berdiri dengan canggung sambil terus menatapku dengan serius.
“Gini Da, aku khan lagi nyukur ini nih, aku minta tolong kamu bantuin
aku. Soalnya di bagian ini susah nyukur sendiri…” kataku sambil
kuulurkan pisau cukur padanya.
“Mas Adi, ih..!” tapi ia terima juga pisau cukurnya, sambil duduk di dekatku.
“Mas Adi, ih..!” tapi ia terima juga pisau cukurnya, sambil duduk di dekatku.
Aku angkat celana yg tadi hanya kututupkan di atas kemaluanku.
“Ida tutup dulu pintunya yach Mas..?”
Dia menutup pintu depan dan pintu kamar.
Sebenarnya masih ada pintu belakang yg langsung menuju ke dapur rumah
induk. Namun pada jam segini aku yakin bahwa tdk ada orang di dalam.
Selesai Ida menutup pintu, dia agak kaget melihat kemaluanku terbuka,
sambil menutup mulutnya ia meminta agar aku menutupnya.
“Tutup itunya dong..!” katanya dengan manja.
Aku katupkan kedua pahaku, batang
kemaluanku aku selipkan di antaranya, sehingga tdk terlihat dari atas,
sedangkan bulunya terlihat dengan jelas.
“Nah begini khan nggak terlihat…” kataku, dan Ida nampaknya setuju juga.
Ida ragu-ragu untuk melakukannya, namun segera aku yakinkan.
“Nggak apa-apa Da, kamu khan sudah 17
tahun, berarti sudah bukan anak-anak lagi, lagian khan cuman bulu, kamu
juga punya khan, udah nggak apa-apa. Nanti kalau aku sakit, aku bilang
deh..”
“Bukannya apa-apa, aku geli hi.. hi..” sambil cekikikan.
Dengan super hati-hati dia gerakkan juga
pisau cukur mulai menghabisi bulu-bulu kemaluanku. Karena terlalu
hati-hatinya maka ia harus melakukannya dengan berulang-ulang untuk satu
bagian saja.
Sentuhan-sentuhan kecil tangannya di
pahaku mulai mIdambulkan getaran yg tdk bisa kusembunyikan. Dan ini
membuat kemaluanku semakin tegang, tdk hanya itu, hal ini juga
menyebabkan siksaan tersendiri. Dengan posisi tegang dan tercepit di
antara pahaku menjadikan kemaluanku semakin pegal. Sampai akhirnya tdk
bisa kutahan, kukendorkan jepitan kedua pahaku, sehingga dengan cepat
meluncurlah sebuah tongkat panjang dan keras mengacung ke atas menyentuh
tangan Ida yg masih sibuk mempermainkan pisau cukurnya.
Begitu tersentuh tangannya oleh benda kenyal panas kemaluanku, dia kaget dan hampir berteriak.
“Oh, apa ini Mas..? Kok dilepas..?”
katanya gugup ketika menyadari bahwa batang kemaluanku lepas dari
jepitan dan mengarah ke atas.
“Iya Da. Habis nggak tahan. Nggak apa-apa deh, dihadapan cewek harus kelihatan lebih gagah gitu..”
“Mas Adi sengaja ya..?”
“Suer.., ini cuma normal.”
“Iya Da. Habis nggak tahan. Nggak apa-apa deh, dihadapan cewek harus kelihatan lebih gagah gitu..”
“Mas Adi sengaja ya..?”
“Suer.., ini cuma normal.”
Ida masih memperhatikan kemaluanku yg
sudah besar dan kencang dengan wajah yg sulit digambarkan. Antara takut
dan ingin tahu. Lalu dia raih kain yg ada di dekatku untuk menutupinya.
“Kenapa ditutup Da..?”
“Aku takut, abis punya Mas Adi besar banget.”
“Emangnya Ida belum pernah melihat kemaluan laki-laki..?” tanya saya.
“Aku takut, abis punya Mas Adi besar banget.”
“Emangnya Ida belum pernah melihat kemaluan laki-laki..?” tanya saya.
Ida diam saja, tapi digelengkan kepalanya dengan lemah.
“Ayo deh diteruskan,” bisikku.
Kali ini Ida menjadi super hati-hati
mencukurnya. Mungkin takut tersentuh kemaluanku. Sedangkan aku sangat
ingin tersentuh olehnya. Tapi aku khawatir dia semakin takut saja.
Akhirnya kubiarkan saja dia menyelesaikan tugasnya dengan caranya
sendiri.
Akhirnya harapanku sebagian terkabul
juga. Ketika Ida mulai mencukur bulu bagian samping kemaluanku, mau tdk
mau dia harus menyingkirkan kemaluanku.
“Maaf ya Mas..!” dengan tangan kirinya
ia mendorong kemaluanku yg masih tertutup kain bagian atasnya ke arah
kiri, sehingga bagian kanannya agak leluasa.
Untuk lebih membuka areal ini, aku rebahkan tubuhku dan kubentangkan sebelah kakiku.
Ida dengan sabar memainkan pisau
cukurnya membersihkan bulu-bulu yg menempel disekitar kemaluanku,
nafasnya mulai memburu, dan kutebak saja bahwa dia juga sedang horny.
Walaupun masih dengan ragu-ragu dia
tetap memegang kemaluanku. Didorong ke kiri, ke kanan, ke atas dan ke
bawah. Aku hanya merasakan kIdakmatan yg luar biasa. Tanpa kusadari kain
penutup kepala kemaluanku sudah tersingkap, dan ini nampaknya dibiarkan
saja oleh Ida, yg sekali-kali melirik juga ke arah kepala kemaluanku yg
mulus dan besar itu.
Lama-kalamaan, Ida semakin terbiasa
dengan benda menakjubkan itu. Dengan berani, akhirnya dia singkapkan
kain yg menutup sebagian kemaluanku itu. Dengan terbuka begitu, maka
dengan lebih leluasa dia dapat menyantap pemandangan yg jarang terjadi
ini. Aku diam saja, karena aku sangat menyukainya serta bangga mendapat
kesempatkan untuk mempertontonkan batang kemaluanku yg lumayan besar.
“Udah bersih Mas…”
Kulihat kamaluanku sudah pelontos, gundul. Wah, jelek juga tanpa bulu, pikirku.
“Di bawah bijinya udah belum Da..?” aku pura-pura tdk tahu bahwa di daerah itu jarang ada bulu.
Lalu dengan hati-hati ia sigkapkan kedua bijiku ke atas. Uh, rasanya enak sekali.
“Udah bersih juga Mas…” ia mengulanginya.
Katanya datar saja. Menandakan bahwa
hatinya sedang ada kecamuk. Aku tarik lengannya, dan dengan sengaja
kusenggol payudaranya, dan kukecup kIdangnya.
“Terima kasih ya Da..!”
Tanpa kusadari, sejak dia memberanikan
diri mencukur bulu kemaluanku tadi, buah dadanya yg berukuran sedang
terus menempel pada dengkulku. Begitu kukecup kIdangnya, dia diam saja,
mematung sambil menundukkan mukanya. Lalu kuangkat dagunya dan kucium
bibirnya, kupeluk sepuas-puasnya. Keremas paudaranya dan nafasnya makin
memburu.
Aku raih kemaluannya tapi dia diam saja,
kuselipnkan satu jarinya dari sela-sela celana dalamnya. Wah, ternyata
sudah basah bukan main. Namun Ida segera terkejut, dan melepaskan diri
dariku. Disun pipiku, dan dia segera lari ke rumah induk lewat pintu
belakang.
Aku benar-benar puas, kupandangi tampang kemaluan gundulku yg masih tegak.
“Suatu saat nanti engkau akan mendapat bagiannya…” kataku dalam hati.
Sejak peristiwa itu, kami memang tdk
pernah bertemu dua mata dalam suasana yg sepi. Selalu saja ada orang
lain yg hilir mudik di kamarku. Sampai akhirnya liburan datang dan kami
semua masing-masing pulang kampung untuk beberapa waktu. Liburan sekolah
sudah selesai, Ida sudah datang lagi setelah berlibur ke rumah orang
tuanya di Tabanan, Bali. Begitu juga aku yg datang sebelum masa kuliahku
dimulai.
Waktu itu hujan deras. Ida masih berada
di kamarku (suasananya sepi karena tdk ada orang sama sekali, termasuk
di rumah induk) untuk minta bimbingan atas pelajarannya. Begitu selesai,
Ida menyandarkan tubuhnya ke dadaku sambil berkata.
“Mas, itunya sudah tumbuh lagi belum..? Hi… hi…” sambilnya ketawa cekikikan.
“Oh, itu..? Lihat aja sendiri.” sambil kupelorotkan celana pendekku sampai lepas, dan kemaluanku yg masih lunglai menggantung.
“Mas Adi ih, ngawur…” katanya.
“Oh, itu..? Lihat aja sendiri.” sambil kupelorotkan celana pendekku sampai lepas, dan kemaluanku yg masih lunglai menggantung.
“Mas Adi ih, ngawur…” katanya.
Tapi walaupun demikian, ia santap juga
pemandangan itu sambil menyibakkan sebagian T-Shirt-ku yg menutupi
daerah itu. Bulu-bulu yg sudah rapih memenuhi lagi sekitar kemaluanku,
segera terlihat dengan jelas.
“Nah, begitu khan lebih oke…” katanya.
“Aku kapok Da, nggak mau nyukur plontos lagi.”
“Kenapa Mas..?”
“Waktu mau numbuh. Bulunya tajam-tajam dan itu menusuk batangku.”
“Habis Mas Adi sukanya macem-macem sih..!” sambil terus memandang kemaluanku yg masih tergantung lunglai,
“Mas, kok itunya lemes sih..?”
“Iya Da, sebentar juga gede, asal diusap-usap biar seneng.”
“Ah Mas Adi sih senengnya enak terus.”
“Aku kapok Da, nggak mau nyukur plontos lagi.”
“Kenapa Mas..?”
“Waktu mau numbuh. Bulunya tajam-tajam dan itu menusuk batangku.”
“Habis Mas Adi sukanya macem-macem sih..!” sambil terus memandang kemaluanku yg masih tergantung lunglai,
“Mas, kok itunya lemes sih..?”
“Iya Da, sebentar juga gede, asal diusap-usap biar seneng.”
“Ah Mas Adi sih senengnya enak terus.”
Walaupun berkata seperti itu, mau juga
Ida mulai memegang kemaluanku dan digerak-gerakkan ke kanan dan ke kiri.
Membuat batang kemaluanku semakin besar, keras dan mengacung ke atas.
Ida makin menyandarkan kepalanya ke dadaku. Dan langsung saja saya peluk
dia, sedemikian rupa hingga payudaranya tesentuh tangan kiriku. Rupanya
Ida tdk pakai BH, sehingga kekenyalan payudaranya langsung terasa
olehku. Kupermainkan payudaranya, aku pencet, menjadikan Ida terdiam
seribu bahasa tetapi nafasnya semakin cepat.
Demikian pula Ida dengan hati-hati memainkan kemaluanku, masih terus dibolak-balik, ke kanan dan ke kiri.
Aku cium bibir Ida, dan dia menanggapinya dengan tdk kalah agresifnya. Barangkali inilah suatu yg ditungu-tunggu. Aku lepas blouse-nya, dan payudaranya yg masih kencang dan mulus dengan putingnya yg kecil berwarna coklat muda segera terpampang dengan jelas. Karena tdk tahan, aku langsung menciuminya.
Aku cium bibir Ida, dan dia menanggapinya dengan tdk kalah agresifnya. Barangkali inilah suatu yg ditungu-tunggu. Aku lepas blouse-nya, dan payudaranya yg masih kencang dan mulus dengan putingnya yg kecil berwarna coklat muda segera terpampang dengan jelas. Karena tdk tahan, aku langsung menciuminya.
Hal ini menjadikan Ida semakin
menggeliatkan tubuhnya, tandanya dia merasa nikmat. Aku ikuti dia ketika
dia mambaringkan tubuhnya di tempat tidur. Aku hisap-hisap putting
payudaranya, sementara rok dan celananya kupelorotkan. Ida setuju saja,
hal ini ditunjukkan dengan diangkatnya pantat untuk memudahkanku
melepaskan pakaian yg tersisa.
Begitu pakaian bagian bawah terlepas,
segera tersembul bukit mungil di antara selangkangannya, rambutnya masih
jarang, nyaris tdk kelihatan. Sekilas hanya terlihat lipatan kecil di
bagian bawahnya. Pemandangan ini sungguh membuat nafsuku semakin
memuncak.
Begitu kuraba bagian itu, terasa lembut.
Makin dalam lagi barulah terasa bahwa dia sudah banyak berair. Ida
masih merem-melek, tangannya tdk mau lepas dari kemaluanku. Begitu pula
ketika kulepas pakaianku. Tangan Ida tdk mau lepas dari alat vitalku yg
semakin keras saja.
Begitu aku sudah dalam keadaan bugil,
aku kembali mempermainkan kemaluannya, ketika jari tengahku mau memasuki
memeknya yg sudah banjir itu. Pinggulnya digoygkannya tanda mengelak,
aku hampir putus asa.
Tetapi kudengar suara manjanya,
“Jangan pakai tangan Mas. Pakai itu saja.” sambil menarik-narik alat vitalku ke arah memeknya.
Aku segera mengambil posisi. Tangan
lembutnya membimbingnya untuk memasuki arah yg tepat. Kugosok-gosokkan
sebentar di bibir memeknya yg berlendir itu. Rasanya nikmat sekali.
Setelah kurasa tepat berada di ambang lubangnya, aku dorong sedikit,
agar bisa memasukinya. Tapi nampaknya tdk mau masuk. Aku coba sekali
lagi, tdk mau masuk juga.
“Kamu masih perawan Da..?” akhirnya aku tanya dia.
Diantara jelita dan wajahnya yg sudah seperti tdk sadar itu, aku lihat kepalanya menggeleng dan itu adalah suatu jawaban.
Usaha menembus lubang kenikmatan itu aku
tunda dulu. Operasiku berpindah dengan memagut-magut seluruh tubuhnya.
Ida semakin terengah-engah menerima perlakuanku. Erangan-erangan yg
terkesan liar semakin membuatku bernafsu.
Aku kecup putingnya, perutnya, dan
pahanya. Ketika aku mengecup pahanya, sepintas aku lihat memeknya
menganga, semburat warna merah tua yg licin sungguh menarik perhatianku.
Jilatanku makin dekat ke arah memeknya. Begitu lidahku menyentuh bibir
kemaluannya, Ida berteriak kelojotan sambil menggeleng-gelengkan
kepalanya. Aku semakin bersemangat menjilatinya.
Setelah kurasa jenuh, dan kehabisan
variasi menjilati memeknya. Kembali kuarahkan kemaluanku ke arah barang
yg paling dilindungi wanita ini. Kembali tangan Ida membimbing
kemaluanku. Setelah tepat di depan gerbang kIdakmatan, aku dorong
sedikit.
“Bless…”
Kepala kemaluanku bisa masuk sedikit,
Ida meringis, tapi terus menekan bokongku. Maksudnya, jelas agar aku
masuk lebih banyak lagi. Aku dorong lagi, tetapi lubangya terlalu
sempit. Walaupun hanya kepala saja yg masuk, tetapi aku berusaha
memaju-mundurkan, agar gesekan yg nekmat itu terasa. Setelah beberapa
kali aku memaju-mundurkan, sekali lagi aku dorong lebih dalam lagi.
Berhasil..! Kini kemaluanku sudah sepertiga berada di dalamnya. Aku
berusaha sabar, aku gerakkan maju mundur lagi.
Setelah beberapa kali, aku mendorong
lagi. Begitulah kulakukan berulang-ulang sampai semua kemaluanku
tertelan dalam remasan memeknya. Kudiamkan untuk sesaat di dalam,
kurasakan denyutan-denyutan yg sangat nikmat yg membuat seluruh tubuhku
mengejang. Kugerakkan lagi bokongku dengan arah maju-mundur. Tanpa
kusangka, Ida menjerit sambil mengejang.
“Terus Mas… terus Mas… aku sampaaiii… ouh… ouh…” jeritan itu lumayan keras.
Aku segera tutup mulutnya dengan
bibirku. Bersamaan dengan itu, kemaluanku terasa diremas-remas. Ujung
kemaluanku seakan menyentuh dinding yg membuatku merasa geli bukan main.
Akhirnya aku tdk tahan juga untuk mengeluarkan spermaku ke dalam liang
kewanitaannya. Beberapa semprotan agaknya semakin menjadikan Ida semakin
liar dan semakin meregangkan tubuhnya.
Kami orgasme bersama-sama, dan itu
sangat meletihkan. Dan aku tdk ingin cepat-cepat melupakan fantasi yg
hebat itu. Kami tertidur untuk beberapa waktu.
Begitu aku bangun, rupanya Ida sudah tdk ada. Yg ada hanyalah secarik kertas menutupi kemaluanku dengan tulisan,
“YOU ARE THE GREAT”.
Sejak saat itu, kami selalu melakukannya
secara rutin dua minggu sekali, paling lama sebulan sekali. Namun tdk
melakukan di rumah tetapi kubawa ke hotel di luar kota secara
berganti-ganti yg kemungkinan kecil untuk diketahui oleh orang yg kami
kenal. Sampai akhirnya, kami berpisah. Aku lulus dan diterima kerja di
luar kota.
No comments:
Post a Comment