Agen Casino - Cerita Sex: Mbak Is Guruku
Agen Casino - Venombet.com - Teman-teman akrabku waktu SMP hilang
semua sewaktu aku masuk SMA. Karena hanya aku saja yang masuk di sekolah
negri, teman yang lainnya masuk sekolah swasta. Bukannya sombong, aku
termasuk orang yang punya otak lumayan juga.
Agen Maxbet - Di dalam komplotanku, aku
termasuk anak yang sulit bergaul dengan lingkungan yang tidak sejalan
dengan kemauan sendiri. Tapi jangan dikira aku anak yang nakal, justru
kebalikannya, tidak suka berkelahi atau membuat keributan.
Keras kepala
memang, tapi tidak suka memaksakan kehendak. Agen Casino Online
Ini yang bikin aku dan komplotanku yang
sepaham memilih keluar dari kepengurusan organisasi sekolah, dan membuat
kegiatan sendiri (mading). Kami menjadi apriori terhadap organisasi
sampai sekarang, karena setiap kegiatan organisasi sering dijadikan
acara pacaran pengurusnya dan tidak untuk menjalankan program kerja. Dan
mading buatan kami selalu ditunggu-tunggu semua siswa, karena menurut
mereka sangat menarik dibandingkan dengan yang lainnya. Inilah yang
membuatku merasa sendiri di lingkungan yang baru, yang mana
mengharuskanku memakai celana panjang (biasanya pakai celana pendek
tanpa underwear). Sangat risih.
Tapi ada satu sisi yang harus kusadari,
aku harus dapat unjuk diri. Toh anak-anak yang satu SMP dulu masuk
sekolah ini juga kehilangan teman-temannya yang diandalkan untuk jadi
tukang pukul.
Hari pertama masuk penataran kami
diperkenalkan kepada guru-guru PPL yang berjumlah sekitar 9 orang. Ada
satu PPL wanita yang menarik, Is namanya. Body-nya biasa saja, tidak
pendek tapi tidak dapat dibilang tinggi. Penampilannya anggun. Suaranya
aku suka, jernih dan merdu kalau menyanyi. Yang tidak kusuka adalah
penampilannya yang lainnya, yaitu terlalu menor.
Sex Pelajar | Hari pertama itu aku
langsung dihukum Bu Is (guru PPL), karena melanggar ketertiban sewaktu
diskusi. Gila, disuruh berdiri di depan kelas, mana aku tidak pakai
celana dalam lagi. Aku harus berdiri di sebelah kursinya, dan secara
tidak langsung aku diharuskan melihat pahanya yang mulus itu dengan rok
yang kalau dia duduk terangkat sampai sebatas lutut. Apalagi dengan
posisiku yang disuruh berdiri, dengan tinggi badan 170 cm akan dapat
melihat dengan jelas garis belahan dadanya dari atas sewaktu dia duduk.
Ala maak… serba salah rasanya.
Apalagi sewaktu dia mengambil
bollpoin-nya yang jatuh, sehabis menunduk dan mau mengambil posisi tegak
lagi, kibasan pakaian bagian dada yang memang agak rendah,
memperlihatkan dengan jelas payudaranya di balik BH dengan kain cup yang
tipis dan tidak begitu luas. Sehingga banyak area payudaranya yang
sempat kulihat. Kencang sintal… mulus… dan transparansi daerah puncaknya
yang warnanya terlihat lebih tua dibandingkan kulit dadanya. Adik
kecilku menggeliat dan kucoba untuk menahan gejolak, agar tidak bergerak
kemana-mana.
“Kamu tetep berdiri di situ. Dan yang lain.., jangan dicontoh teman kalian ini.” kata Bu Is.
Teman-teman pada tertawa riuh
mendengarnya. Wah… seram juga orang ini. Tidak disangka deh kalau orang
secantik dia bisa marah. Dengan mata yang memelototiku, aku merasa
menjadi aneh. Tidak seperti biasanya kalau orang dimarahi ketakutkan,
aku malah sedikit melamun seolah ingin mendekapnya dengan kencang dan
menengadahkan wajahnya untuk melumat bibirnya yang merah dan menikmati
matanya yang walaupun melotot karena marah menjadi sangat indah.
Walaupun aku belum pernah merasakan
ciuman, tapi aku dapat merasakan nikmatnya seperti yang pernah kulihat
di Video porno (Di desa anak-anak memutar BF ramai-ramai kalau salah
satu dari mereka yang punya video kebetulan orangtuanya lagi tidak ada.
Walaupun desa, yang namanya video waktu itu bukan barang mewah, karena
kebanyakan orangtua mereka pernah menjadi TKI dan membeli videonya dari
sana).
Mendadak tersadar setelah terasa ada
sesuatu yang menyentuh adik kecilku. Aku jadi sangat gugup. Tapi ada
perubahan sikap pada Bu Is, jadi lebih lembut dan menyapa dengan manja
kepadaku seolah tak percaya.
“Kamu bisa mainin gitarya..? Sudah kamu
main gitar sambil kita sama-sama nyanyi lagu daerah…” katanya sambil
menyorongkan gitar di depanku dan menyenggol adik kecilku.
Teman-teman satu kelas pada tertawa
riuh. Aku jadi sadar teman-teman tadi mentertawaiku karena batang
kemaluanku menyembul dan bergerak liar di balik celana abu-abuku.
Aduh.., wajahku terasa panas dan malu. Untung saja gitar itu langsung
kusambar dan siap-siap mau memainkan, sekalian untuk menekan batang
kemaluanku yang gerakannya semakin liar.
Tetapi pada posisi ini sangat tidak enak
untuk main gitar, karena posisi gitar terlalu ke bawah, yang semestinya
pada posisi perut untuk main gitar dengan berdiri. Aku ambil keputusan
turun dari lantai depan papan tulis yang memang lebih tinggi 20 cm dari
lantai bawah bangku. Aku duduk di atas bangku temanku terdepan. Tapi Bu
Is lihat tidak yaaa… tadi. Ah semoga tidak melihat. Ahh… EGP! Dan
akhirnya kami pun bernyanyi bersama-sama, dan dari sini saya tahu kalau
dia suaranya boleh juga.
Sejak peristiwa itu aku jadi sangat
akrab dengan Bu Is yang kalau di luar sekolah biasa kupanggil Mbak Is.
Aku sering main ke tempat kost-nya yang tidak begitu jauh dari tempatku,
dan kebetulan dia kontrak satu rumah dengan teman-teman angkatannya.
Tidak ada yang namanya ibu kos di tempatnya, sehingga tempatnya sering
jadi tempat main teman-temanku, baik sore maupun malam hari. Dan aku
sering ke sana untuk main gitar dengan mas-mas dan mbak-mbak PPL.
Apalagi dia yang mau bisa main gitar (dengan alasan biar kalau ingin
menyanyi bisa main gitar sendiri) tidak mau diajarikan siapa-siapa
selain aku. Padahal aku tidak seberapa mahir.
Tapi aku suka. Dia manja, dan kalau
memanggilku dengan panggilan ‘sayang’ kalau sedang di luar sekolahan.
Aku tidak berpikir yang macam-macam, toh teman-teman satu kontrakannya
juga tidak ada yang berpiikir macam-macam padaku. Dan aku tahu salah
satu teman PPL-nya ada yang naksir sama dia, dan dia (temannya yang
naksir itu) tidak akan pernah cemburu padaku, walaupun untuk anak SMA
dengan tinggi badan 170, aku masih terlihat seperti anak kecil, apalagi
aku kalau memanggil Bu Is dengan sebutan ‘mbak’.
Keakraban kami tidak hanya di luar
sekolah. Kebetulan dia pegang mata pelajaran Kimia. Salah satu pelajaran
yang paling aku tidak suka. Sewaktu aku keluar kelas dan mau ke kamar
kecil dan melewati ruang guru, aku dipanggil.
“Dy… sini..!” katanya.
Wah.., dia pakai blus dengan potongan
leher yang pendek lagi, (bajunya banyak yang model gitu kali) dan
dibalut jas almamaternya dengan kancing yang terbuka semua, juga masih
dengan model rok yang sama.
“Ada apa..?” jawabku.
Aku ditarik masuk ke ruang guru. Sepi
tidak ada satu orang pun. Aku dibimbingnya berjalan menuju satu meja dan
berdiri menempel ke bibir meja. Dia berdiri di belakangku dengan tangan
kirinya menopang meja sebelah kiri merapat ke pahaku, dan tangan
kanannya bergerak di kanan badanku mengambil lembaran kertas buram.
“Besok aku mau ngadain ulangan. Ini soalnya, kamu baca dan kamu pelajari..!” katanya.
Aku terdiam. Posisiku sangat tidak enak,
aku ditekan dari belakang, badannya agak miring ke kanan dengan tangan
yang terus corat-coret di kertas buram. Pantatku yang tidak seberapa
besar menempel ketat di sekitar daerah pusarnya. Tetapi punggungku
terasa ada sesuatu yang asing menempel hangat dan empuk (maklum,
sebelumnya aku tidak pernah merasakannya).
Setiap dia menerangkan dengan
mencorat-coret kertas, badannya bergerak ke kanan dan ke kiri dengan
tekanan-tekanan. Membuat punggungku terasa ada tekanan sensasi nikmat
yang berputar-putar. Batang kemaluanku langsung bergerak. Edan..! Aku
tidak memakai celana dalam. Dia terus menerangkan dengan antusias. Bau
parfumnya halus sekali. Aku jadi kelimpungan, dia terus menekan-nekan
punggungku dengan dadanya. Kadang-kadang aku juga merasakan pantatnya
sering digeser-geser untuk menekan pangkal atas pahanya ke pantatku
dengan sedikit menjinjingkan kaki, walau dia pakai sepatu hak tinggi.
Hangat sekali rasanya.
Aku berkeringat dan tidak dapat berpikir
jernih. Dia terus saja menerangkan. Setiap selesai menerangkan satu
bahasan soal, dia memandangku sambil menekan lebih keras badannya ke
punggungku, bahkan terasa dia merangkulku dengan satu tangan kirinya
yang ditempel dan ditekan keras ke pahaku. Jari-jarinya sedikit
menyentuh batang kemaluanku. Ah.., makin lain saja rasanya. Satu sisi
aku takut kalau dia tahu ada yang tidak beres dan memalukan pada diriku,
karena sangat-sangat jelas batang kemaluanku menyodok kain celanaku
hingga membentuk gundukan yang tidak wajar pada pangkal paha.
Bergerak-gerak lagi. Wah aku rasa
denyutannya semakin kencang sampai aku tidak dapat mengontrol
perasaanku, badanku terasa tidak menginjak lantai. Apalagi bila dia
menatapku dengan pertannyaan, “Sudah mengerti..?” dengan sedikit
mendenguskan nafasnya ke arah dadaku.Terasa hangat. Dan tangan kiri yang
yang menempel ketat di pahaku dengan jari-jari yang kadang seolah-olah
mau mengelus tonjolan batangan kemaluanku di balik celana seragam. Ah…
aku rasa dia tahu dan mengerti perubahan keadaanku. Aduh aku tidak dapat
mengontrol diri lagi, aku sudah tidak dapat merasakan denyutan batang
kemaluanku, rasanya tegang sekali dan seolah-olah mau pecah.
Apalagiu ketika dengan sedikit disengaja
(mungkin), posisi kuku jari tengahnya menempel tepat di tonjolan celana
dan pada area kepala batang kemaluanku. Digaruknya pelan dan lembut.
Saat itu aku langsung tegang dan seolah-olah ada suatu yang menjalar
pada tubuhku, persendian terasa lepas dengan keringat dingin sedikit
membasahi punggungku yang panas, juga pangkal pahanya dan pahaku yang
semakin terjepit ke bibir meja. Mbak Is terasa mamaksa merangkulku
dengan tangan kanan yang tadi memegang pen, dilepas dan mencengkeram
tanganku. Dan tangan kirinya langsung saja ditekan dan digesek-gesekkan
dengan cepat di tonjolan celanaku. Seolah-olah ada keraguan untuk
meremas.
Aku diam dan sedikit mengeluh, dia pun
begitu. Terasa ada yang hangat dan basah pada celanaku, perih juga
rasanya lubang kepala batang kemaluanku. Mbak Is berjingkat sambil
melihat telapak tangannya yang basah. Setengah sadar kutarik nafas dan
bergerak menghindar dan berusaha keluar ruang guru dengan tubuh terasa
melayang tanpa menoleh memperhatikannya lagi. Tidak tahu apa perasaanku
waktu itu.
“Aku keluar dulu. Biar kupanggil Eko untuk lihat soal itu..” kataku.
“Dy… kamu bawa saja..! Nanti malam kembalikan di tempatku..!” potongnya.
“Dy… kamu bawa saja..! Nanti malam kembalikan di tempatku..!” potongnya.
Aku tidak memperhatikannya, dan
mengurungkan niat kembali ke kelas untuk memanggil Eko agar membaca soal
itu juga. Aku tidak balik masuk ke dalam ruangan untuk mengambil kertas
soal, tetapi langsung ke kamar kecil. Langsung kubuka celana dan
menarik batang kemaluan yang masih keras dan berdenyut-denyut dengan
berirama. Ada cairan putih kental membasahi kain dalam celanaku dan
tembus keluar. Aku langsung berusaha konsentrasi buang air kecil.
Rasanya sulit, perih dan panas sekali. Lama aku berusaha
mengeluarkannya, dan akhirnya keluar juga.
Aduuhh… periihh…, dan saluran airnya
terasa panas sekali. Benar, terasa kebakar. Selesai keluar habis,
panasnya tidak hilang. Aku berusaha tenang dengan merendam kepala batang
kemaluanku ke dalam gayung berisi air penuh. Masih saja terasa panas,
padahal airnya dingin. Kudiamkan saja, toh dengan situasi seperti ini
aku tidak enak untuk masuk kelas. Apalagi batang kemaluan ini kalau lagi
bangun keras sekali, pasti deh bikin tonjolan keluar. Sebenarnya ukuran
punyaku lebih kecil dari punya teman-temanku di kampung, sekitar 14,5
cm dengan lingkar 12 cm saja, bengkok ke kanan lagi. Ini aku tahu karena
seringnya aku main dan berenang bersama mereka. Aku pun menunggu sampai
semua beres, walau sampai bel istirahat. Tidak apa-apa, sekalian bolos.
Tidak hanya dalam mata pelajaranya saja
dia membantu. Pada saat ujian matematika pun, walau dia mengajar di
kelas sebelah, selalu dia sempatkan menengokku dan membantu
menyelesaikan tugas dengan memberikan jawaban pada selembar tissue. Dan
tidak ada yang tahu selain teman sebangku aku. Teman sebangkuku ini
sangat akrab denganku. Dengannya pula aku membangun komplotan (Kami
sebut komplotan karena selalu oposisi pada organisasi sekolah) bersama
seorang anak yang kami tuakan, Avin namanya. Dia tinggal kelas,
sebenarnya tidak nakal (nakal menurutku = suka berkelahi). Komplotan
kami sebenarnya tidak takut berkelahi, tetapi kalau ada yang ‘jadi’,
kami juga tidak takut ‘beli’. Nanti ada ceritanya. Mungkin kalau menurut
bahasa anak sekarang ‘cool’.
Dari dia juga, ada rencana mengajak
kumpul malam minggu di pantai dengan Mbak Is dan teman-temannya yang
lain. Sambil bakar jagung dan nyanyi-nyanyi, PPL semuanya pada ikut.
Kami bikin acara api unggun, ngomong ngalor-ngidul, nyanyi-nyanyi dan
main gitar. Dan dimana ada aku, di situ Mbak Is selalu ada. Walau disana
ada temannya yang naksir dia, sikapnya biasa saja. Dan kami sering
berangkulan bertiga dengan Mas Itok (PPL Bhs. Inggris). Mas Itok pun
tidak pernah curiga denganku. Dia mengerti kalau Is itu manja, anak
bungsu (tidak punya adik dong) dan dia menganggap aku ini adiknya.
Tetapi kalau ada apa-apa, Mbak Is pasti merangkulku.
Aku jadi tidak enak juga lama-lama.
Padahal tubuhku biasa saja, cenderung kurus. Jika dibandingkan dengan
Mas Itok yang walaupun lebih pendek dariku, tetapi dia dapat dikatakan
memiliki bentuk tubuh yang atletis. Kulitnya sedikit gelap dibandingkan
dengan kulit Mbak Is yang kuning langsat ‘cerah’, kulit orang jawa yang
bersih terawat dengan payudara yang walau dari luar kelihatan biasa saja
tapi kalau dilihat benar-benar lumayan besar. Mungkin satu genggaman
tangan lebih sedikit, kencang lagi. Toh aku pernah secara tidak sengaja
juga pernah melihat dan merasakan gesekan-gesekan di punggungku, jadi
aku dapat mengira-ngira berapa ukurannya.
Aku tambah tidak mengerti sewaktu Mbak
Is tidak mau diajak pulang sama Mas Itok, karena alasan sudah dini hari.
Akhirnya ditinggal pulang juga, karena disitu toh ada aku. Dan Mbak Is
semakin tidak kumengerti. Dia semakin erat saja memelukku pada posisi
berbantal di pahaku dengan wajah dibenamkan dekat selangkangan.
Tangannya melingkar di punggungku. Aku takut batang kemaluanku akan
bergerak-gerak lagi. Memang sudah dari tadi terasa sudah tegang sekali
karena terangsang bergesakan badan terus dengannya. Apalagi sekarang
wajahnya dibenamkan ke selangkanganku dengan hembusan nafasnya yang
tidak teratur dan hangat.
Sudah tidak bisa dicegah lagi, batang
kemaluanku terasa berontak dan langsung menonjol membetuk gundukan hebat
di balik celana menekan wajahnya. Kepalang basah dan tidak dapat
dicegah lagi. Sudah hilang rasa maluku, dan seopertinya dia yang sengaja
demikian. Tapi aku tidak mengerti, aku harus bagaimana. Wajahnya malah
seolah-olah digesek-gesekkan dan ditekan ke selangkanganku. Dan
pelukannya ke punggung malah semakin kencang saja. Posisiku yang duduk
dengan satu kaki bersila dan satunya lagi selonjoran di tanah
menyulitkanku untuk bergerak bebas. Ditambah lagi ketidakberanianku
untuk.. Ah ngaco.., Avin yang sedari tadi memperhatikanku mendekat
mengendap-endap di hadapanku. Kasih kode yang tidak kumengerti.
Mbak Is semakin tidak karuan saja,
sekarang dia malah seolah-olah mau menggigit batang kemaluanku yang
menyembul menekan celana. Avin masih pada tempatnya dengan tangan dan
mulut bergerak-gerak tapi tidak kumengerti maksudnya. Aku sekarang
semakin terasa sakit karena Mbak Is telah benar-benar menggigit batang
kemaluanku, dan tangannya yang melingkar di punggungku dilepaskan satu
untuk memegang tonjolan itu. Aku meringis menahan nikmat, geli, sakit…
tidak karuan.
Sekarang tangan yang satunya malah
dilepaskan dari pinggang dan kedua-duanya memegang batanganku, lalu
berusaha membuka resletingku. Aku semakin gemetaran saja. Begitu celana
terbuka batanganku terasa melompat keluar, dan dia langsung saja nyosor
mengulumnya. Nafasnya semakin tidak beraturan. Aku merasa kegerahan. Dia
langsung merubah posisi jongkok sambil membenamkan wajahnya mengulum
habis batangan. Tanganku dibimbingnya menyentuh buah dadanya.
“Dy… pegang ini sayang… remaass… sayaanggg… nggg… ssstt… nikmat sayanggg… ssstt..”
Tanganku gemetaran dan langsung kuremas
keras-keras. Langsung kutarik ke bawah BH tipisnya, tapi tetap tidak
bisa. Hanya sedikit yang menyembul keluar, aku kesulitan menjamahnya.
Tangan Mbak Is langsung menyusup ke dadanya sendiri. Ternyata melepas
kaitan BH-nya. Aku tidak ngerti kalau kaitan itu ada di depan, dan kalau
toh tahu belum tentu aku dapat melepaskan kaitan itu.
Sekarang buah dadanya menggantung bebas
dan aku jadi leluasa meremasnya. Rasanya aneh… empuk, padat, hangat…
belum pernah aku merasakan sensasi seperti ini. Batang kemaluan
disedot-sedot… nikmat, dan aku meremas-remas buah dadanya yang kenyal
dan asing rasanya. Seumur-umur belum pernah aku merasakan meremas buah
dada wanita. Apalagi dengan batang kemaluanku dihisap-hisap. Avin
merayap dan mendekat. Lewat kode-kodenya aku jadi mengerti kalau aku
disuruhnya meletakkan tanganku pada pantat Mbak Is yang nungging itu.
Kuelus-elus pantat yang tak begitu besar tapi padat itu.
Sekonyong-konyong tangan Mbak Is membuka reitsletingnya sendiri.
“Sini sayangg… masukkan sini sayaaangg…”
Aku selusupkan tangan kananku masuk ke
dalam celananya. Kuraba-raba sampai ke selangkangannya yang paling
sempit. Aku tidak menemukan apa yang ingin kucari. Kecuali ada sedikit
daging yang membukit dan hangat rasanya. Tangan kiriku yang dari tadi
bebas tanpa aktifitas kini kualihkan untuk menarik celananya agar lebih
turun ke bawah dan aku jadi lebih bebas bergerak meraba-raba
selangkangannya.
Dia semakin liar saja menghisap batang
kemaluanku sampai pada pangkal bawah dekat telur puyuh. Dijilatnya penuh
nikmat. Dan celananya sudah turun sampai atas lututnya, dan dia
berusaha mengangkangkan kakinya, tetapi tidak dapat karena tertahan
lingkar pinggang celananya. Tetapi sedikit lumayan, aku dapat menemukan
gundukan daging di selangkangan yang sudah basah. Coba kutekan-tekan
sedikit, sepertinya bisa cekung ke bawah. Dia semakin mendesis-desis
tidak karuan. Avin sudah dekat. Aku diam saja sewaktu tangan Avin
mencoba menyusup ke balik celana dalam Mbak Is yang tipis dan berwarna
pink itu. Avin mengulurkan telunjuknya dan menyusupkannya, lalu
menekannya dan masuk setengah jari.
“Aduhhh… sssaayanggg.. eehhmm… terruusss… sayaangg… nggg… aakkkhh… teerrruuss… sss..” erangannya menjadi-jadi.
Aku jadi mengerti kalau lubang itu
mungkin yang disebut vagina, lubang kewanitaan yang bisa untuk hubungan
seks. Langsung saja kumasukkan satu jariku mengikuti jari Avin yang
sudah masuk ke dalam.
“Aaauuggghh.. hhh…” Mbak Is tersedak menghisap batangku sewaktu jariku dan jari Avin masuk bersamaan di lubangnya.
Jari-jari tangannya mencengkeram keras di batangku dengan kuku-kukunya yang panjang terawat menancap daerah sekitar kemaluanku.
“Aaauu… sakiiit..!” aku menjerit.
Mbak Is langsung mau bangun, tapi
tanganku yang kiri langsung membenamkan kepalanya lagi untuk menghisap
batang kemaluanku. Aku takut nanti Mbak Is tahu kalau Avin yang menusuk
kemaluannya dengan jari.
“Ssudaahhh… Dy… akuu… nggaaak… kuaattthh.. llhhhheeebb.. bbbbeebbb…”
Aku semakin kasar saja bertindak dengan
membenamkan wajahnya, dan dia tersedak lagi. Aku merasa batang
kemaluanku sampai menyentuh pintu tenggorokannya. Dan dia batuk-batuk,
tapi masih saja menghisap batang kemaluanku sambil menangis mengiba-iba
nikmat dan tidak jelas apa yang diucapkannya.
Sekonyong-konyong Avin sudah
memelorotkan celananya dengan setengah berdiri bertumpu pada lutut, siap
mengeluarkan batang kemaluannya sendiri sambil merapatkan satu jari
telunjuk pada bibirnya, menyuruh aku untuk diam saja. Kubantu Avin
menurunkan CD Mbak Is yang basah membentuk lintangan panjang oleh
lendir. Kini aku dapat melihat dengan jelas. Disitu ada bulu-bulu yang
tidak begitu lebat bila dibandingkan punyaku dan Avin. Belahan pantatnya
begitu sempurna. Padat, kenyal, bersih dan tidak ada perbedaan warna
seperti punya teman-teman yang biasa kutahu.
Mbak Is mengerang sewaktu aku berusaha
membantu Avin melepas celana panjang dan CD Mbak Is biar berada lepas
dari lututnya, sehingga kakinya dapat lebih lebar mengangkang. Avin
mencoba menggeser penisnya pelan-pelan ke mulut lubang Mbak Is. Terlihat
mengkilat kepala penis Avin oleh lendir Mbak Is yang terkena terpaan
cahaya bulan malam itu. Pelan-pelan disodoknya masuk ke dalam.
“Bblleebbb sss… sssttt.. niikmaatt… shaayyyaaangg… aauughhh..” erangnya tanpa tahu penis orang lain yang menusuk vaginanya.
“Aughh… terrruuusshh… sshhh… sshh… saayyyaaaangg… terusss… shh.. ssshhh… sshaayyangg… shh..”
“Aughh… terrruuusshh… sshhh… sshh… saayyyaaaangg… terusss… shh.. ssshhh… sshaayyangg… shh..”
Kepalanya digoyang-goyang keras ke kiri
dan ke kanan tanpa mau melepas batang kemaluanku dengan cengkeraman kuku
tangannya yang menghujam panas di selangkanganku.
“Aauu..!” jeritku tertahan.
Kutarik tangannya dari kemaluanku, tapi
tanganku malah dipegangnya dan diarahkan ke dadanya. Kuremas habis
payudaranya yang kenyal, kupelintir putingnya yang kecil dan lancip.
Daging yang tadi menggelatung bebas kini kuremas dan kupelintir dengan
kedua tanganku. Gelengan kepalanya ke kiri dan ke kanan semakin keras,
kadang-kadang kepalanya dibentur-benturkan ke selangkanganku.
Nafasnya memburu dengan desisan yang
tidak menentu. Punggungnya ditekan lebih ke bawah dan payudaranya hampir
menyentuh rumput-rumput tanah. Tanganku jadi tidak hanya memelintir dan
meremas payudaranya saja, tetapi juga menahan tubuhnya. Kepalanya
sedikit mendongak ke atas dengan rambut yang semakin awut-awutan
menutupi wajahnya dan mulutnya menganga lebar merasa kenikmatan yang
tidak kumengerti seberapa dahsyat yang Mbak Is dapat dari sodokan penis
Avin dengan ukuran yang lebih pendek dari punyaku itu.
Posisi dia ini menyebabkan pantat Mbak
Is semakin menungging terangkat ke atas. Bertambah indah, aku kagum
melihat bentuknya, walaupun tidak begitu besar tapi didukung perutnya
yang kecil, apik, jadi terkesan berbody gitar. Suara-suara cepakan
pantat yang beradu dengan pangkal paha seolah tidak dihiraukan oleh Mbak
Is. Dia mengerang dan goyangan pinggulnya semakin hebat. Desisan
nafasnya semakin cepat dan dia semakin kuat mencengkeram kemaluanku.
Pada tahap berikutnya seolah dia tegang luar biasa, menjerit kecil.
“Aacckhh… aahhh… cceeeepttt… shhaayyaang..!” badannya sedikit mengejang dan tiba-tiba dikulum dan dihisapnya
lagi batangku yang tadi hanya dicengkeram saja.
lagi batangku yang tadi hanya dicengkeram saja.
Aku semakin terhanyut iramanya,
kuremas-remas payudaranya dengan kuat. Sekonyong-konyong ada rasa yang
menjalar kuat pada saluran batangku. Mbak Is tanpa kuduga menggigit
dengan kuat batangku yang keras itu diikuti sentakan yang cepat dan kuat
pada pantatnya yang beradu dengan perut Avin dengan vagina yang masih
disodok-sodok penis.
“Aakkhh..!” aku menjerit panjang dan lirih, merasa sakit dan nikmat.
Ada rambatan aneh pada saluran
kemaluanku. Rasanya tulang-tulangku copot dari persendian dan
saraf-sarafku terasa kendor setelah ketegangan luar biasa dan lama yang
kurasakan. Aku jatuh rebah telentang setelah sekian lama bertahan pada
posisi duduk. Batang kemaluanku terasa memuntahkan muatannya yang dari
tadi tertahan oleh ketidaktahuanku akan seks. Terasa hangat membanjiri
rongga mulut Mbak Is dan langsung ditelannya. Karena saking banyaknya
yang kukeluarkan dan dia sendiri habis mengalami sentakan hebat dan
lemas, sampai dia terbatuk-batuk tersedak air maniku.
Mbak Is mencoba bangun, terkejut dan mau
menjerit ketika dia sadar masih ada sesuatu yang menusuk-nusuk
kemaluannya, sementara posisiku melintang dari tubuhnya. Avin
cepat-cepat membekap mulutnya dari belakang, dan aku coba membantu Avin
dengan memeluk tubuh Mbak Is. Mbak is manangis hebat, wajahnya
dibenamkan ke pundakku. Aku merasa sodokan-sodokan hebat dari tubuh Mbak
Is karena digenjot Avin dari belakang. Avin mengerang dengan tubuh yang
sedikit gemeter.
“Aaakkhh… Iiissshh… Aaakkkhh…
sshhudddaakhh… hhh..” dia mengerang dengan menancapkan habis-habis
punyanya ke dalam vagina Mbak Is yang sudah basah itu.
Dia rangkul pundak Mbak Is dengan penis
masih menancap disana. Setelah avin melepaskan penisnya dari vagina,
Mbak Is jadi lebih bebas berubah posisi duduk di pangkuanku dan
memelukku erat-erat sambil menangis sejadi-jadinya. Rupanya dia sadar
kalau ada orang yang selain aku yang memberinya kenikmatan, tetapi dia
tidak mengerti kalau itu Avin. Kawanku dan juga muridnya di sekolah…
No comments:
Post a Comment