Agen Bola - Cerita Sex: Ngentot Winda Yang Horny
'
Agen Maxbet - Dan salah satu
teman Winda di kantorku merasa simpati dengan saya, sehingga setelah
pulang kerja kita pulang bareng dan mencoba menghiburku, selama dalam
perjalanan teman bertanya atas apa yang terjadi pada keluargaku dan aku
selalu menjawab apa yang selalu ditanyakannya.
Tanpa terasa kami sudah berada di Agen Bola Terbaik dalam
tempat tinggal saya, setelah saya persilakan dia untuk mengambil apa
yang dia mau di kulkas, saya langsung ke kamar mandi untuk menumpahkan
air pipis yang sejak dari tadi sudah di ujung kemaluanku.
Sekembalinya saya keruang tamu, teman
saya sudah duduk sambil baca baca majalah dengan satu kaleng Coca-Cola.
Sayapun duduk di sampingnya. Tapi tidak terlalu rapat. Saya hidupkan TV
kebetulan acara berita nasional negara ini.
Kamipun bercerita panjang lebar tentang
teman saya itu, seperti sudah berapa lama dia telah meninggalkan
Hongkong tempat asalnya.
Tapi setiap kali dia menjawab
pertanyaanku dia selalu tersenyum sambil matanya memandang ke arah
selangkanganku. Aku langsung melirik selangkanganku, rupanya aku lupa
men-zip-nya. Langsung kutarik zip-nya, sambil bercanda padanya.
“Maklumlah Win, soalnya sarangnya sudah lama pergi!”, Kataku pada Winda.
“Emangnya sudah berapa lama burungmu tidak masuk kandang?”, Winda membalas candaku sambil meneguk Coca Cola dengan sedikit senyum di bibirnya.
“Kira kira Lima minggulah, emangnya kenapa nanya nanya?”, Aku meneruskan sambil mencoba membetulkan posisi dudukku.
“Akh, aku nggak percaya. Mana ada sich laki laki yang sudah pernah begituan akan tahan selama itu untuk tidak melakukannya?”, Bantahnya sambil senyum.
“Memang sich, aku nggak tahan. Jadi selama ini aku pakai tangan aja”, Jawabku.
“Emangnya sudah berapa lama burungmu tidak masuk kandang?”, Winda membalas candaku sambil meneguk Coca Cola dengan sedikit senyum di bibirnya.
“Kira kira Lima minggulah, emangnya kenapa nanya nanya?”, Aku meneruskan sambil mencoba membetulkan posisi dudukku.
“Akh, aku nggak percaya. Mana ada sich laki laki yang sudah pernah begituan akan tahan selama itu untuk tidak melakukannya?”, Bantahnya sambil senyum.
“Memang sich, aku nggak tahan. Jadi selama ini aku pakai tangan aja”, Jawabku.
Sambil tertawa lebar, Winda menghampiriku. Dan Winda duduk di sebelahku, rapat sekali.
”Perlu dibantu?”, Tanyanya sambil tangan kanannya meraba-raba penisku.
Winda memang gadis Hongkong yang
menawan, diusianya yang dua puluhan dia sangat menarik setiap mata
laki-laki yang memandangnya. Karena dengan buah dada dan bongkahan
pantatnya yang lebih besar dari ukuran rata-rata orang tempat asalnya.
Aku jadi berani, kurangkul pundaknya sambil kulumat bibir yang
berlipstick merah muda menawan itu.
Windapun membalas dengan nafasnya yang
semakin membuatku untuk mempererat rangkulanku. Aku merasa sedikit sakit
pada penisku yang sudah sangat keras karena rabaan Winda. Dengan tak
sabar kulepas rangkulanku dari pundak Winda dan dengan kedua tanganku
kubuka celanaku sambil tetap duduk. Agak susah memang. Tapi berhasil
juga.
Kudengar Winda mendesah bersamaan dengan
tangannya yang menggenggam langsung penisku yang hanya pas-pasan dengan
lingkaran tangannya itu. Kamipun kembali berpagutan, hanya kali ini
tangan kiriku telah meremas-remas buah dadanya yang kenyal dan semakin
kenyal itu. Sedangkan tangan kananku membelai-belai tengkuknya. Winda
semakin memperdengarkan desahnya.
“Ed, kita ke kamarmu saja.., ayo Ed, aku sudah tak tahan nich?”, Winda memohon mesra.
Aku pun berdiri, tapi ketika aku ingin
membuka pakaianku, aku tersentak kaget karena Winda sudah menarik
penisku sambil menanyakan di mana kamarku.
“Pelan pelan Winda, sakit nich!”, protesku atas tangan Winda yang menggenggam penisku dengan sangat ketat itu.
Aku berjalan sambil membuka bajuku ke
arah kamarku yang telah kutunjukan pada Winda. (Sebenarnya aku tak mau
menggunakan kamar dimana aku dan istriku tidur sebelum istriku itu
pergi. Tapi bagaimana lagi. Sudah nafsu sekali saat itu).
Sesampai di kamar Winda dengan tergesa
membuka seluruh pakaiannya. BH-nya, CD-nya. Semua dibuka dengan tergesa.
Lalu Winda langsung menghampiriku yang sudah lebih dulu berbaring
telentang di atas kasur sambil mengocok perlahan penisku agar semakin
tegang, sambil melihat Winda membuka pakaiannya.
Winda berbaring miring di sebelahku,
bibirnya mencari bibirku sedangkan tangan kanannya menggantikan tanganku
untuk mengocok-ngocok penisku. Aku mendesah. Windapun semakin beringas
menciumi seluruh wajahku. Telingakupun tak lepas dari sapuan lidahnya.
Aku merasakan nikmat bercampur geli yang tak terkira.
Jilatan Winda semakin turun ke arah leherku, dadaku dan kedua puting payudaraku juga dililitnya dengan lidah.
Jilatan Winda semakin turun ke arah leherku, dadaku dan kedua puting payudaraku juga dililitnya dengan lidah.
Sambil tangannya semakin cepat mengocok penisku yang sedikit terasa sakit karena genggamannya terlalu keras.
Jilatan Winda telah berada di atas pusarku, lidahnya dicoba untuk masuk dalam lubang pusarku, dapat kudengar desahnya. Walau desahku lebih besar darinya. Kini lidah Winda menyisir bulu-bulu penisku. Aku semakin tak tahan. Tapi aku menunggu, karena aku tahu kemana tujuan sebenarnya jilatan lidah Winda itu.
Jilatan Winda telah berada di atas pusarku, lidahnya dicoba untuk masuk dalam lubang pusarku, dapat kudengar desahnya. Walau desahku lebih besar darinya. Kini lidah Winda menyisir bulu-bulu penisku. Aku semakin tak tahan. Tapi aku menunggu, karena aku tahu kemana tujuan sebenarnya jilatan lidah Winda itu.
Ternyata aku salah, kukira Winda akan
melahap penisku. Ternyata Winda malah menjilat jilat kedua bijiku
bergantian. Tangannya tak lepas mengocok penisku. Sambil sesekali jari
jempolnya menyapu ujung penisku yang telah basah karena air nikmatku
telah membasahi bibir ujung kemaluanku. Geli dan nikmat sekali waktu
Winda melakukan itu. Aku tersentak karenanya.
Karena waktu Winda melakukan itu
badannya agak nungging di sampingku, maka kucoba meraih bongkahan
pantatnya. Kuusap-usap, Winda mendesah nikmat rupanya. Jariku tak mau
berhenti sampai disitu, jariku mencari-cari lubang kemaluannya. Setelah
jariku menemukannya ternyata sudah basah sekali. Semua itu membuat
jariku semakin mudah untuk mencari lubangnya.
Kusapu lubangnya dengan jariku sambil
sekali-kali kumasukan jari telunjukku ke dalam lubangnya. Winda mendesah
hebat sambil melepas jilatan lidahnya dari kedua bijiku. Kuraih pantat
Winda agar tepat berada di atas wajahku.
Kini kedua tanganku beraksi atas bagian
belakang tubuh Winda. Jari telunjuk tanganku yang kanan kumasukan ke
dalam lubang vagina Winda sambil memaju mundurkan. Sedangkan jari
telunjuk tangan kiriku menggosok gosok clitorisnya. Dapat kulihat dari
bawah selangkangannya, Winda membuka mulutnya lebar tanpa bersuara
merasakan nikmat.
Ketika niatku hendak menggunakan lidahku
untuk menjilat vaginanya, aku merasakan nikmat dan sedikit ngilu yang
tak terkira. Rupanya Winda telah melahap bagian kepala penisku. Lidahnya
melilit-lilit di atas permukaan kepala penisku.
Akupun ingin menandinginya dengan
mejilat-jilat permukaan lubang vagina Winda. Sambil sekali-kali kucoba
untuk memasukan lidahku kedalam vaginanya. Agak asin memang, tapi yang
lebih terasa adalah nikmatnya. Semakin nikmat lagi saat kudengar Winda
mengeluh karena jilatan lidahku.
Winda telah memasukan penisku
setengahnya dalam mulutnya sebentar sebentar dinaikan kepalanya,
kemudian diturunkan lagi. Yang membuat aku merasa nikmat adalah saat
Winda menurunkan wajahnya untuk melahap penisku, karena Winda telah
mengecilkan lingkaran mulutnya. Sehingga hanya pas sedikit ketat ketika
bibirnya menelusuri penisku dari atas ke bawah. Oh nikmat sekali.
Aku hampir saja muncrat kalau aku tidak
segera minta Winda membalikan badannya hingga wajahnya berhadapan
denganku. Aku membalas senyumnya yang kelelahan menahan nikmat yang baru
saja kami alami.
Kucium lagi mulutnya yang sangat becek oleh air liurnya. Lalu kubalikan Winda agar berada dibawahku.
Kucium lagi mulutnya yang sangat becek oleh air liurnya. Lalu kubalikan Winda agar berada dibawahku.
Kulebarkan selangkangannya kugenggam
penisku dengan tangan kananku, lalu kugosok-gosok kepala penisku pada
permukaan kemaluannya.
“Oh.., Ed.., terus Ed.., aahh.., nikmat sekali.., sshh”, erang Winda.
Akupun mempercepat gesekannya, Winda menggeleng gelengkan kepalanya.
Lalu dengan tiba tiba kutancapkan
penisku ke dalam vaginanya yang sudah banjir itu dengan satu hentakan
keras, masuklah 3/4 nya penisku dengan leluasa. Bersamaan dengan itu
Winda berteriak sambil badannya sebatas bahu terangkat seperti hendak
berdiri matanya membelalak menghadapi tikamanku yang tiba-tiba itu.
“oohh Edwiinn.., enaak.., terus.., Ed..,
terus.., lebih cepat Ed.., ayo Ed.., terus.., aahh”, erang Winda sambil
menghempaskan kembali bahunya ke kasur.
Kedua tangan Winda membelai wajahku
sambil menggigit bibirnya yang bawah matanyapun menunjukan bahwa saat
ini Winda sedang merasakan nikmat yang tiada tara. Akupun semakin cepat
memaju-mundurkan penisku.
Nikmat yang kurasakan tiada bandingnya. Vagina Winda masih boleh dibilang sempit.
“Enak Win?”, tanyaku padanya sambil
memaju-mundurkan penisku. Winda tidak menjawab, hanya desahannya saja
yang semakin jelas terdengar.
“Enak nggak Win?”, tanyaku lagi.
“Enak nggak Win?”, tanyaku lagi.
Winda menjawab dengan anggukan kecil sambil menggigit kembali bibir bawahnya.
“Jawab dong Winda , nikmat nggak?”, paksaku walaupun ini adalah pertanyaan bodoh.
“Luar biasa Ed.., sshh.., aku hampir keluar nich oohh”, katanya terputus putus.
“Aku masukin semuanya yach Win?”, tanyaku padanya yang sedang melayang.
“sshh.., em.., emangnya belum semuanya dimasukin?”, Winda balik bertanya heran sambil menatapku dengan sayu.
“Belum!”, Jawabku singkat sambil terus maju mundur.
“Luar biasa Ed.., sshh.., aku hampir keluar nich oohh”, katanya terputus putus.
“Aku masukin semuanya yach Win?”, tanyaku padanya yang sedang melayang.
“sshh.., em.., emangnya belum semuanya dimasukin?”, Winda balik bertanya heran sambil menatapku dengan sayu.
“Belum!”, Jawabku singkat sambil terus maju mundur.
Tangannyapun bergerak ke bawah untuk
memastikan belum semua penisku masuk ke dalam lubang vaginanya. Ketika
tangannya berhasil menyentuh sisa penisku yang masih di luar, aku merasa
tambah nikmat.
“Oohh.., Ed masukin Ed.., masukin
semuanya Ed.., aahh”, pintanya sambil menarik pinggangku dengan kedua
tangannya dan matanyapun terpejam menantikan.
Kucoba menahan tarikan tangan Winda pada
pinggangku, agar masuknya sisa penisku tidak terlalu cepat. Aku ingin
memberikan kenikmatan tak terlupakan padanya.
Benar saja, ketika sedikit demi sedikit sisa penisku masuk, Winda mendesis seperti ular yang berhadapan dengan musuhnya.
“Sshhhh.. sshhhh”, sambil matanya terpejam ketat sekali menahan nikmat telusuran penisku ke dalam vaginanya.
Kedua tangannyapun menjambak-jambak rambutnya sendiri.
Tanpa diduga kucabut penisku, hanya
tinggal kepalanya saja yang masih tenggelam. Winda seperti ingin protes,
tapi terlambat. Karena aku telah menekannya lagi dengan sekali tancap
masuklah semua penisku.
“Edwiinnnnnn!”, teriak Winda keras sekali sambil tangannya memukul-mukul tempat tidur.
Aku semakin percepat gerakanku, walaupun aku sudah merasa sedikit lelah dengan pinggangku yang sejak tadi maju mundur terus.
“Terus Ed.., oohh.., terus.., teruss.., oohh.., oohh.., aahh”.
Winda mengerang bersamaan dengan
tercapainya Winda pada puncaknya, sambil tangannya meremas-remas sprei
tempat tidur di kanan dan kirinya, badannya tersentak-sentak hanya putih
yang kulihat di matanya.
Tapi aku masih terus memacu untuk
menyusulnya, makin cepat, makin cepat lagi nafasku memburu. Bunyi nikmat
terdengar dari dalam vagina Winda karena air nikmatnya itu.
“Oh Winda.., oohh.., aahh..”, cepat
kucabut penisku agar tak muncrat di dalam, kugenggam penisku, kuarahkan
penisku ke perut Winda, di sanalah air nikmatku mendarat.
Winda cepat bangkit dan mendorongku agar
telentang, kemudian Winda melahap separuh penisku ke dalam mulutnya.
Lidahnya menjilat-jilat mulut kecil di ujung penisku. Aku merasa ngilu
sekali dan tangan Winda yang mengocok-ngocok penisku seperti hendak
memastikan agar keluar semua air nikmatku.
“Sudah Windaaa.., sudah.., ngilu nich.., uuhh.., sudah”, pintaku padanya.
Tapi Winda masih saja memaju-mundurkan
mulutnya terhadap penisku yang semakin ngilu sekali. Setelah yakin tidak
ada lagi air nikmat yang akan keluar dari penisku Windapun merebahkan
kepalanya di atas perutku sambil memandangku dengan penuh kepuasan.
Kemudian keadaan membisu, hanya detak
jam dinding yang mengingatkan akan kenikmatan yang baru saja kami alami.
Kami memang mencoba untuk mengingat kembali kejadian yang sempat
membawa kami ke awang-awang.
“Winda, sudah jam 8 nich. Kamu nggak pulang?”, tanyaku memecahkan kesunyian.
Winda seakan tak mendengar ucapanku.
Kemudian dengan lembut kuangkat kepalanya dan keletakan di atas kasur.
Akupun coba bangkit, tapi sebelum aku turun dari tempat tidur kurasakan
tangan Winda memegang perutku.
“Mau kemana Ed?”, tanyanya sambil melepas nafar panjang.
“Mau mandi dulu nich, lengket semua rasanya badanku”, Jawabku sambil menoleh ke arahnya.
“Tunggu dikit lagi, kita mandi sama-sama” Winda memohon sambil melingkarkan kedua tangannya di pinggangku.
“Mau mandi dulu nich, lengket semua rasanya badanku”, Jawabku sambil menoleh ke arahnya.
“Tunggu dikit lagi, kita mandi sama-sama” Winda memohon sambil melingkarkan kedua tangannya di pinggangku.
Lalu kamipun pergi ke kamar mandi dan
mandi berdua serta mengulanginya permainan seks yang sempat terputus
tadi di kamar mandi. Setelah merasa puas kamipun istirahat sambil
berpelukan hingga esok pagi.
No comments:
Post a Comment