Judi Tangkas - Cerita Sex: Korban Tina Yang Haus Seks
Judi Tangkas - Venombet.com - Aku punya teman SD, Tina namanya. Sebenarnya anaknya cukup manis
dengan tubuh mungil, namun centilnya minta ampun.
Agen Maxbet - Ia pindah ke sekolahku
saat aku duduk di kelas 5. Sejak pertama bertemu aku memang kurang suka
kepadanya karena kecentilannya itu.
Sewaktu melanjutkan sekolah di SMP Judi Tangkas Online dan
SMA kami berpisah. Namun sikapku terhadapnya tidak berubah. Aku tetap
saja tidak suka kepadanya. Apalagi ketika SMA, aku merasa pergaulannya
tidak baik. Tapi itu dulu, kalau sekarang tentu lain cerita.
Sampai suatu ketika aku melanjutkan
kuliah dan saat libur semester aku pulang kampung. Malamnya aku
nongkrong dengan teman masa kecilku di sebuah warung gado-gado. Tinapun
ada di sana sambil berbisik-bisik genit. Ia tiba-tiba duduk di
sebelahku.
“Hai Anto, apa kabar? Kelihatan agak gemuk sekarang deh,” katanya sok akrab.
Aku menjawab sekenanya saja, masih belum
ada interestku kepadanya. Namun ia tidak menyerah dan bertubi-tubi
bertanya tentang keadaan diriku sekarang ini.
Akhirnya aku yang menyerah dan meladeni
pertanyaannya. Ternyata sebenarnya asyik juga anak ini sekarang. Hanya
mungkin image yang tertanam sejak kecil membuatku mengambil jarak
terhadapnya. Ia perlahan merapatkan duduknya ke arahku tanpa menarik
perhatian orang lainnya.
Ketika warung mulai sepi, maka tangannya
mulai nakal mengusap pahaku dan memainkan bulu kakiku. Tentu saja
penisku langsung berontak, membesar di balik celana pendekku. Ia
tersenyum melihat bagian depan celanaku yang sedikit menggembung. Tak
lama kemudian ia pulang karena sudah malam..
Akupun pulang dengan penis yang
mengembang karena elusan tangan Tina di pahaku tadi. Karena tensi sudah
terlanjur naik ke ubun-ubun, maka malam itu kusemprotkan sperma dengan
bantuan tanganku.
Malam-malam berikutnya aku jadi rajin ke
warung gado-gado untuk nongkrong dan menikmati elusan Tina di pahaku.
Suatu ketika Tina pulang dan minta kuantarkan. Aku tentu saja dengan
senang hati mengantarnya pulang.
Sampai di rumahnya disuruhnya aku masuk
dulu dan duduk di ruang tamu. Ruang tamunya kelihatan sepi, tapi dari
arah ruangan dalam kudengar pelan suara TV. Tak tama kemudian Tina
keluar lagi dan kami ngobrol sampai lama. Aku sudah mulai mengantuk dan
beberapa kali menguap. Tian kemudian membuatkanku segelas kopi. Sambil
menunggu kopi agak dingin kami kembali ngobrol. Ia duduk di depanku
hanya memakai celana pendek dan kaus oblong.
Tangannya mulai iseng mengusap lututku.
Dengan refleks kutangkap tangannya dan kutarik ke arahku. Ia tidak
melawan tarikan tanganku dan akibatnya sebentar kemudian ia sudah duduk
dipangkuanku dan bibirku langsung melumat bibirnya. Ia terkejut
sebentar, namun kemudian membalas lumatanku dengan ganas. Beberapa detik
ia masih duduk dipangkuanku dan kami berciuman. Kurasakan ia tidak
memakai BH. Aku terangsang dan napasku menjadi berat. Mendadak kami
sadar dengan keadaan kami. Ia melepaskan pelukanku dan kembali duduk di
tempatnya semula.
Suasana menjadi kaku. Kami berdua
sama-sama merasa kikuk dengan apa yang telah kami perbuat baru saja.
Begitu kopi habis, maka aku segera berpamitan pulang. Ia mengantarku
sampai ke sudut rumahnya. Di sana kupeluk dan kucium lagi bibirnya.
Sekitar 5 menit kami masih berpelukan di sana. Untung lampu di sudut
rumahnya putus sehingga kami leluasa bercumbu di sana.
Akupun pulang dengan tersenyum. Kembali
sampai di rumah dengan bantuan tangan kukeluarkan lagi sperma sedari
tadi yang sudah sampai di ujung penisku. Kubayangkan Tina di bawahku
sedang memekik-mekik menerima penisku. Tiga malam berikutnya kami selalu
bercumbu di sudut rumahnya. Ia mulai berani mengusap bulu dadaku dan
menciumi putingku. Akibatnya tiap malam sepulang dari rumahnya spermaku
kumuntahkan.
Malam terakhir kami bercumbu lagi. Ia
merebahkan badannya melintang telentang di atas kedua pahaku. Kubuka
kancing kemejanya dan seperti biasa ia tidak memakai BH. Kuisap
putingnya yang kecil berwarna kemerahan itu. Tanganku menggesek bagian
depan celana dalamnya. Kepalanya sudah mendongak pasrah, giginya
menggigit bibir dan mengeluarkan desahan lirih yang sangat menggoda.
Kubisikkan,
“Kamu mau ini kita lanjutkan?”
“Kalau kamu mau kita lakukan di belakang rumah saja. Sepi dan gelap di sana,” katanya.
“Kalau kamu mau kita lakukan di belakang rumah saja. Sepi dan gelap di sana,” katanya.
Tiba-tiba saja aku bisa menguasai diri dan berkata,
”Tidak Tin. Cukup sudah sampai di sini. Aku tidak mau menanggung resikonya”.
Akhirnya aku pulang.
Setelah kejadian itu maka setiap libur
semester aku pulang kampung dan tak lupa lupa bercumbu dengannya.
Meskipun aku sebenarnya sudah berpengalaman (setelah diajari Ibu Heni,
alias Hanny), namun dengan Tina paling jauh hanya sebatas petting.
Sebenarnya kalau aku mengendaki lebih jauh Tina mau saja, karena iapun
sudah sering melakukannya dengan orang lain. Ia pernah mengajaknya
bersetubuh. Kukatakan kalau akupun mau dengan syarat pakai kondom. Ia
menolaknya.
Sampai suatu ketika kudengar kabar kalau
ia menikah dengan seorang PNS. Selentingan yang beredar suaminya itu
hanyalah korban dari permainannya. Sebenarnya banyak yang sudah
mencicipi tubuhnya tetapi si PNS tersebut yang masuk terjebak dalam
perangkapnya.
Waktupun berlalu dan aku sudah lulus dan
bekerja di Jakarta. Ketika ada libur tiga hari berturut-turut aku
pulang. Aku berjalan-jalan dan tak terasa lewat di samping rumahnya.
Kulihat ia ada di teras dan melihatku serta menyuruhku mampir ke
rumahnya. Kami duduk di teras sambil bercerita.
“Mana suamimu?” tanyaku.
“Nggak ada. Dia jarang pulang ke sini. Ia lebih banyak di kantor dan pulang ke rumah istri tuanya,” katanya.
“Nggak ada. Dia jarang pulang ke sini. Ia lebih banyak di kantor dan pulang ke rumah istri tuanya,” katanya.
Ternyata suaminya terkena kasus
indisipliner dan sekarang disuruh untuk menjadi sopir atasannya. Aku
baru tahu kalau Tina menjadi istri muda. Ia mengingatkanku tentang apa
yang dulu kami lakukan. Akupun mulai terangsang ketika dengan genit ia
menceritakan kembali peristiwa beberapa tahun yang lalu.
“Kamu benar-benar mau? Kalau mau sejam
lagi kita ketemu di terminal dan check in ke luar kota!” kataku. Kulihat
matahari masih berada di atas kepalaku, berarti sekitar tengah hari.
Akhirnya kamipun bertemu di terminal dan
meluncur ke luar kota untuk mencari tempat menyalurkan hasrat kami. Di
dalam bis sepanjang jalan ia terus mengusap pahaku dan sekali-sekali
mencengkeram lulutku dengan kukunya. Aku menjadi terangsang sekali
dengan ulahnya. Kubalas dengan menekan sikuku ke dadanya dan
kuputar-putarkan. Kami saling merangsang dengan cara kami.
“Aku mau nanti kita main dengan posisi nungging dan 69,” kataku menggodanya. Ia mencubitku lalu berkata,”Kita lihat saja nanti”.
“Kamu masih ikut KB?” kataku lagi.
“Nggak, untuk apa. Dia belum tentu sebulan datang tidur di rumah”.
“Kamu masih ikut KB?” kataku lagi.
“Nggak, untuk apa. Dia belum tentu sebulan datang tidur di rumah”.
2 jam kemudian kami sampai di kota tujuan kami. Turun dari bis aku langsung masuk ke apotik di depan terminal bis.
“Ngapain ke apotik?” tanyanya.
“Hussh. Untuk pengamanan, kamu kan tidak ikut KB,” kataku.
“Hussh. Untuk pengamanan, kamu kan tidak ikut KB,” kataku.
Sambil berjalan mencari hotel terdekat, para tukang becak di depan terminal berlomba-lomba menawarkan diri.
“Mari Pak, saya antar ke tempat yang bersih dan murah”.
Mereka ini langsung tahu saja. Aku jadi
berpikir apakah kami ini kelihatan sekali sebagai pasangan selingkuh
yang sedang mencari tempat berkencan.
Akhirnya kami mendapatkan sebuah hotel
tidak jauh dari terminal. Kamarnya cukup bersih dengan satu ranjang king
size. AC kamar kunyalakan dan udara dingin mulai menyebar di dalam
kamar ini. Karena perjalanan tadi cukup jauh maka tubuh kami rasanya
lengket dengan debu bercampur keringat.
Kuajak Tina untuk mandi bersama. Ia
menolak dan menyuruhku mandi duluan. Aku melepas semua pakaianku di
depannya dan masuk ke kamar mandi. Aku belum selesai mandi Tina
menyusulku ke kamar mandi dengan berbalut handuk sebatas dada. Segera
kutarik handuk yang melilit tubuhnya dan segera bibirku menyerang
bibirnya dengan gencar. Ia membalas dengan ganas.
“Hmmhh. Masih pintar juga kamu bersilat lidah,” godaku.
“Heehh. Kan kamu juga dulu yang ngajarin”.
“Susumu masih kencang seperti dulu. Tapi sekarang agak lebih besar,” kataku setelah meremas payudaranya dan mengecup putingnya.
“Heehh. Kan kamu juga dulu yang ngajarin”.
“Susumu masih kencang seperti dulu. Tapi sekarang agak lebih besar,” kataku setelah meremas payudaranya dan mengecup putingnya.
Sambil mandi kami masih terus berciuman. Ketika aku akan berbuat lebih jauh lagi ia mendorongku.
“Nanti saja di ranjang. Kalau sudah selesai, sana ke kamar duluan,” katanya.
Aku mengeringkan tubuhku dan langsung
berbaring di atas ranjang. Udara kamar terasa dingin. Aku menarik
selimut dan menutupi badanku sampai ke dada. Tak lama kemudian Tina pun
menyusulku masuk ke bawah selimut.
Ia berbaring menyamping di sebelahku dan
tangannya mengusap bulu dada dan menggelitik putingku. Penisku yang
sudah lama menantikan saat ini segera saja langsung berdiri. Kubuka
selimut yang menutup tubuh kami, dan kutindih tubuh mungilnya. Tina
membuka lebar kedua kakinya sehingga penisku bisa menggesek rambut
kemaluan di selangkangannya.
Mulutnya setengah terbuka menantikan serangan bibirku. Belum lagi bibirku menempel di bibirnya, kepalanya sudah naik menyambut serangan bibirku. Kami saling menikmati rujak bibir ini beberapa saat. Sementara itu penisku sudah tak sabar ingin segera melakukan penyerangan. Sejak di perjalanan tadi Tina tak hentinya merangsangku di bagian paha dan lutut.
Mulutnya setengah terbuka menantikan serangan bibirku. Belum lagi bibirku menempel di bibirnya, kepalanya sudah naik menyambut serangan bibirku. Kami saling menikmati rujak bibir ini beberapa saat. Sementara itu penisku sudah tak sabar ingin segera melakukan penyerangan. Sejak di perjalanan tadi Tina tak hentinya merangsangku di bagian paha dan lutut.
“Tidak disangka. Dari dulu sudah mengarah namun baru kali ini kita bisa kenthu, bercinta,” desahnya.
Kenthu adalah bahasa slank di daerah Jawa untuk bersetubuh.
“Tin, doggy dan 69-nya nanti saja ya. Kita nikmati dulu babak pertama dengan cepat!” bisikku.
“Ihh.. sudah nggak sabar lagi ya,” katanya sambil mencium telinga, leherku dan kemudian singgah di putingku.
“Habisnya, sejak di bis tadi kamu sudah membuatku kepanasan”.
“Ihh.. sudah nggak sabar lagi ya,” katanya sambil mencium telinga, leherku dan kemudian singgah di putingku.
“Habisnya, sejak di bis tadi kamu sudah membuatku kepanasan”.
Kuraih kotak kondom yang sudah
kusiapkan, kubuka dan dengan cepat kupasang pada penisku yang sudah
tegak menantang. Kutindih lagi tubuhnya dan kubuka kakinya lebar-lebar.
Kuarahkan penisku untuk menembus vaginanya. Rasanya sulit sekali untuk
menembus liang vaginanya. Penisku sepertinya kehilangan arah untuk
menemukan jalan masuk liang kenikmatannya. Padahal dengan memakai
kondom, kuharap permukaan kondom yang licin akan mempermudah
pekerjaanku. Ia semakin melebarkan kakinya dan tangannya membantu
penisku menemukan lubang vaginanya.
“Dorong To.. Yaahkk.. Tekan.. Tekan kuat”.
Kudorong degan kuat dan peniskupun
meluncur dengan mulus di lorong vaginanya. Meskipun memakai kondom,
namun desakan dan gesekan dinding vagianya masih dapat kurasakan.
“Tin.. Ouhh nikmat Tin..” aku mendesis.
“Kamu tidak mau dikasih enak dari dulu,” ia menjawab dengan napas memburu. Mukanya kelihatan memerah dadu.
“Kamu tidak mau dikasih enak dari dulu,” ia menjawab dengan napas memburu. Mukanya kelihatan memerah dadu.
Aku merasa bahwa ronde ini akan
berlangsung dengan cepat, maka kubisikkan lagi untuk memastikan supaya
ia juga bermain dengan cepat.
“Kita main cepat Tin. Rasanya aku sudah tak tahan lagi”. Tina menganggukan kepalanya. “Aku akan mengimbangimu.
Akupun rasanya ingin segera menikmati ledakan kenikmatan itu”.
Aku segera menggenjotnya dengan tempo sedang dan semakin lama semakin cepat. Ia mengimbanginya dengan menggerakkan pinggulnya.
Akupun rasanya ingin segera menikmati ledakan kenikmatan itu”.
Aku segera menggenjotnya dengan tempo sedang dan semakin lama semakin cepat. Ia mengimbanginya dengan menggerakkan pinggulnya.
Sementara itu mulut kami saling berpagut
dan melumat sampai menibulkan bunyi kecipak yang cukup keras. Kadang
juga kusedot putingnya dengan keras dan ia menggelitik lubang telingaku
dengan lidahnya. Ketika ia menjilati putingku, kubalas sama dengan
perlakuannya tadi padaku. Kugelitikin lubang telinganya dan kuhembuskan
napasku yang memburu di sana.
Gairah kami semakin memuncak dan gerakan
kami semakin cepat dan liar. Aku tak mau menahan lebih lama lagi.
Ketika kulihat mulut Tina terbuka seperti mulut ikan yang kekurangan air
akupun tahu sebentar lagi ia juga akan sampai ke puncak.
“Hah.. Hh.. Hh.. Huuhh.. Ouhh Tina nikmat sekali milikmu,” kataku terengah-engah.
“To.. Ayo lebih cepat lagi To..”
“To.. Ayo lebih cepat lagi To..”
Genjotan demi genjotan, desah napas yang
semakin memburu bercampur dengan keringat yang menitik akhirnya
membawaku untuk segera mencapai puncak kenikmatan. Erangan kami saling
bersahutan memenuhi seluruh sudut kamar.
“Tina.. Tin.. Ahhk sekarang..”
“Ouhhkk To.. Lakukan.. Ayo tekan sekuatnya”
“Ouhhkk To.. Lakukan.. Ayo tekan sekuatnya”
Kepalanya mendongak dan tangannya
meremas rambutku. Kupeluk pinggangnya dan kuangkat ketika aku dengan
cepat menghentakkan serangan terakhirku.
“Akhh.. Yeahh.. Arrghkk.. Ouhh”.Ia melenguh panjang ketika lahar kepuasanku menyemprot keluar.
Dinding vaginanya berdenyut menyedot penisku. Matanya terpejam dan remasan tangannya pada rambutku semakin kuat.
Aku terkapar lemas di atas tubuhnya
dengan tubuh basah oleh keringat dan napas yang seakan-akan mau putus.
Ketika penisku akan kutarik ia menahan pinggangku dan memberikan sebuah
denyutan kuat di vaginanya. Aku kembali tersentak dan mengejang
merasakan remasan dinding vaginanya.
Setelah membersihkan diri kami berbaring dan rasanya badanku lelah sekali setelah menyelesaikan ronde ini. Kukatakan padanya,
“Sorry Tin, rasanya aku capek sekali.
Aku mau tidur dulu sebentar untuk memulihkan tenagaku. Bukankan nanti
masih ada babak berikutnya?”
Ia mencubit pinggangku dan aku mulai memejamkan mata. Kurasakan tangan Tina memeluk dan mengusap pinggangku.
Kurang lebih sejam kami tertidur. Aku bangun dan merasakan badanku mulai segar kembali. Kulihat Tina masih memejamkan mata dengan tarikan napas teratur. Kuberikan usapan dengan ujung jariku mulai dari tengkuk hingga belahan pantatnya. Tina tersadar dan menggeliat.
Kurang lebih sejam kami tertidur. Aku bangun dan merasakan badanku mulai segar kembali. Kulihat Tina masih memejamkan mata dengan tarikan napas teratur. Kuberikan usapan dengan ujung jariku mulai dari tengkuk hingga belahan pantatnya. Tina tersadar dan menggeliat.
“Uppss.. Mulai nakal ya. Sekali dikasih maunya nambah terus. Kenapa sih dari dulu nggak mau?”
“Aku nggak siap mental waktu itu?” kataku.”Dulupun kalau kita bercinta dengan memakai sarung karet pengaman tentu saja aku mau. Buktinya suamimu sekarang terjebak dalam permainanmu,” kataku lagi dalam hati.
“Aku nggak siap mental waktu itu?” kataku.”Dulupun kalau kita bercinta dengan memakai sarung karet pengaman tentu saja aku mau. Buktinya suamimu sekarang terjebak dalam permainanmu,” kataku lagi dalam hati.
Ujung jariku masih melakukan gerakan
memutar di punggungnya. Ia membalas dengan melakukan sentuhan ringan di
pinggangku dan turun ke buah zakarku. Penisku perlahan mulai mengeras
seiring dengan naiknya gairahku.
Aku bergerak sehingga posisi dadanya
sekarang di depan mulutku. Putingnya yang kecil berwarna coklat
kemerahan digesekkannya di ujung hidungku dan segera kutangkap dengan
bibirku. Mulutku bergerak ke bawah perutnya, ia membuka pahanya agar
memudahkan aksiku. Aku menggesekkan hidungku ke bibir vaginanya.
“Lakukan To.. Teruskan. Ahkk!!” Ia menghentakkan kepalanya dengan keras ke atas bantal meluapkan kekecewaannya.
“Belum Tin.. Nanti pasti kulakukan”.
“Belum Tin.. Nanti pasti kulakukan”.
Aku belum ingin melakukannya sekarang,
hanya sekedar memberikan fantasi dan membuatnya penasaran. Kepalaku
kembali bergerak ke atas dan menciumi sekujur dadanya. Tangannya berada
di atas kepala sambil meremas ujung bantal.
Kami berguling sedikit dan sebentar
kemudian ia sudah berada di atasku. Bibirnya dengan lincah menyusuri
wajah, bibir, leher dan dadakuku. Tina mendorong lidahnya jauh ke dalam
mulutku, kemudian menggelitik dan memilin lidahku. Kubiarkan Tina yang
mengambil kendali penyerangan. Sesekali lidahku membalas mendorong
lidahnya. Kujepit putingnya dengan jariku sampai kelihatan menonjol
kemudian kukulum dan kujilati dengan lembut.
“Auhh, Ayolah Anto.. Teruskan.. Lagi,” ia merintih pelan.
Kemaluanku mulai menegang dan mengeras.
Kukulum payudaranya semuanya masuk ke dalam mulutku, kuhisap dengan
kuat, dan putingnya kumainkan dengan lidahku. Napas kami memburu dengan
cepat dan badan kami mulai hangat oleh darah yang mengalir deras.
“Ayo puaskan aku sayang.. Ahh.. Auuh!” Tina mendesis ketika ciumanku berpindah turun ke leher dan daun telinganya.
Tangan kiriku mulai menjalar di pangkal
pahanya, kumasukkan jari tengahku ke belahan di celah selangkangannya
dan kugesek-gesekkan ke bagian atas depan vaginanya.
“Ahh.. Kamu pandai sekali”.
Sementara itu tangan kananku meremas
buah dadanya dengan lembut. Tangannya membalas dengan memegang, meremas
dan mengocok penisku. Dengan liar kuciumi seluruh bagian tubuhnya yang
dapat kujangkau dengan bibirku. Beberapa saat kemudian penisku mengeras
maksimal. Kepalanya memerah dan berdenyut-denyut.
Jari tengah kiriku kugerakkan lebih
cepat dan tubuhnya kemudian berputar-putar menahan rasa nikmat.
Pinggulnya naik dan bergoyang-goyang. Kupelintir puting payudara kirinya
dan dan mulutku menjilati puting kanannya. Sementara itu jari kiriku
tetap mengocok lubang vaginanya. Semakin cepat kocokanku, semakin cepat
dan liar gerakan pinggulnya.
Kepalaku bergerak turun perlahan sampai
di selangkangannya dan segera mengambil alih pekerjaan jariku. Kubuka
bibir vaginanya dengan jariku dan dinding vaginanya yang mulai basah
oleh lendir agak kental dan lengket segera kujilati. Bibir vaginanya
kugaruk dengan kumisku. Ia menggelinjang tidak karuan.
“To.. Anto.. Aku juga mau merasakan penismu,”
Aku bergerak memutar sehingga penisku
berada di depan mulutnya. Ia kemudian mengecup kepala penisku. Lidahnya
membelah masuk ke lubang kencingku. Aku merasakan sensasi kenikmatan
yang tidak terkira dan secara refleks aku mengencangkan otot kemaluanku.
Buah zakar yang menggantung di bawahnya kemudian diisapnya dan
dijilatinya sampai titik Kundaliniku. Aku hanya menahan napasku setiap
ia menjilati titik sensitif ini. Kami seakan berlomba untuk memberikan
rangsangan pada alat kelamin.
Kami bergantian menikmatinya. Ketika ia
mengulum, mengisap dan menjilat penisku aku menghentikan aksi lidahku
dan menikmatinya demikian juga sebaliknya ketika klitorisnya kujilat dan
kutekan dengan lidahku ia berdesis keras menahan rasa nikmat. Tangannya
kadang menekan kepalaku dengan keras ke selangkangannya.
“Putar To. Berguling, aku ingin di atas,” pintanya dengan manja.
Aku berguling dan kembali kami
melanjutkan aktivitas kami. Kini mulutnya dengan leluasa beraksi di
penis dan area sekitar pangkal pahaku. Penisku sudah mulai terasa ngilu
menahan sedotan mulutnya yang sangat kuat.
“Tina, ayo kita masuk dalam permainan berikutnya..”
Kembali kuambil kondom dan Tina membantu
tanganku memasang dengan baik pada penisku yang sudah berdiri keras.
Dengan gerakan perlahan Tina berjongkok di atas selangkanganku dan mulai
menurunkan pantatnya. Sebentar kemudian dengan mudah aku sudah menembus
guanya yang hangat dan lembab. Kembali kurasakan sempitnya alur
vaginanya.
Pinggulnya bergerak naik turun dan aku
mengimbanginya dengan memutar pinggul dan menaik turunkan pantat.
Kakinya menjepit pahaku dan kadang dikangkangkan lebar-lebar. Kuciumi
bahu dan dadanya. Beberapa kali kugigit sampai meninggalkan bekas
kemerahan. Tangannya menekan dadaku sekaligus menahan berat badannya.
Gerakan pinggulnya berubah menjadi berputar cepat dan semakin cepat
lagi. Tak lama kemudian ia merebahkan tubuhnya merapat di atasku dan
mulai menghujaniku dengan ciuman dan gigitan. Kini dadaku yang berbekas
kemerahan di beberapa tempat.
Aku mengambil posisi duduk dan
kubalikkan tubuhnya ke arah berlawanan dengan arah kepalaku tadi. Kini
aku berada di atasnya. Jepitan dan sempitnya vagina membuatku kadang
melambatkan tempo dan berdiam untuk lebih rileks. Namun ketika aku diam
jepitan dinding vaginanya ditingkatkan sehingga aku tetap saja didera
oleh rasa nikmat luar biasa.
Kucabut penisku dan kubalikkan tubuhnya.
“Sekarang doggy Tin,” bisikku.
Ia mengerti maksudku. Segera ia
menaikkan pantatnya yang bulat dan masih kencang. Kuposisikan diriku di
belakang pantatnya dengan berdiri pada lututku. Diraihnya penisku dan
segera diarahkan untuk masuk ke dalam vaginanya kembali. Kuterjang
vaginanya dengan gerakan lembut. Tanganku memegang pantatnya dan
membantu menggerakkan pantatnya maju mundur.
Ia mulai menggelinjang dan mengejang
tertahan, kedua tangannya mencengkeram dan meremas sprei. Kepalanya
ditekankan ke atas bantal.
“Ouhh.. Sudah To.. Aku tak kuat..” ia
merintih ketika pantatku kugerakkan kebelakang sampai penisku hampir
terlepas dan kumajukan dengan cepat. Kuulangi beberapa kali lagi dan
iapun menekankan kepalanya miring di atas bantal.
“To.. Kita kembali posisi.. Kita.. Aku..” ia menjerit dengan kata-kata yang tidak jelas. Ia menginginkanku kembali dalam posisi konvensional.
“To.. Kita kembali posisi.. Kita.. Aku..” ia menjerit dengan kata-kata yang tidak jelas. Ia menginginkanku kembali dalam posisi konvensional.
Kembali kucabut penisku dan segera
kurebahkan kembali dalam posisi konvensional. Aku merasa ia ingin segera
mengakhiri babak kedua ini. Vaginanya kugenjot semakin cepat dan
kuangkat kaki kirinya dan melipatnya sampai lututnya menempel di
perutnya. Aku setengah berdiri di atas lututku. Dengan satu kaki
terangkat dan satu lagi dikangkangkannya lebar-lebar ia semakin meracau
tidak jelas,
“Ouahh.. Hhuuhh!”.
Dinding vaginanya mulai berdenyut dan
akupun sudah mencapai titik ideal untuk mencapai garis finish. Kakinya
yang tadi kulipat kukembalikan lagi dan segera kedua pahanya menjepit
pinggangku.
“Sekarang Tina.. Uuughh,” aku menggeram keras.
Pinggulnya naik menjemput kejantananku. Kutekankan kejantananku dalam-dalam di vaginanya.
“Ouhh Anto.. Aaiihh!” iapun memekik kecil.
Jepitan kakinya semakin ketat dan
denyutan di vaginanya terasa meremas penisku. Ditekannya pantatku ke
bawah dengan betisnya. Setelah beberapa saat kami sama-sama terkulai
lemas
Udara sejuk dari AC sangat membantu kami
untuk beristirahat dan memulihkan tenaga. Tina masih mengusap dan
mempermainkan bulu dadaku. Ia berbaring miring di sebelahku dengan
sebelah kakinya ditumpangkan di atas kakiku. Kupeluk tubuhnya dan
kuusap-usap dengan lembut.”Aku masih ingin bersamamu sekali lagi untuk
berbagi kenikmatan,” katanya sambil mengecup lenganku.
Setelah beberapa saat kemudian, maka
napas dan detak jantung kamipun kembali normal dan kami tidur
berpelukan. Ketika kulihat keluar dari lubang ventilasi di atas pintu
langit sudah tampak gelap. Kuajak Tina untuk makan malam. Kami keluar
dari hotel dan makan di rumah makan terdekat. Aku memesan sate yang
dibakar setengah matang dan gulai kambing sementara Tina memesan soto
ayam. Setelah makan kuajak Tina untuk kembali ke hotel.
Begitu kamar terkunci Tina langsung
memelukku dan menyerbuku dengan ganas. Kulucuti pakaiannya satu persatu
dan setelah itu ia gantian melucuti pakaianku.
“Mandi dulu Tin biar segar,” kataku.
“Enggh.. Nggak usah To, nanti saja sekalian”.
“Enggh.. Nggak usah To, nanti saja sekalian”.
Kuangkat tubuhnya yang mungil dan kubawa
ke kamar mandi. Ia meronta-ronta, namun tidak dapat melepaskan diri
dariku. Di bawah segarnya guyuran air hangat dari shower terasa badanku
menjadi lebih segar.
Tanpa mengenakan apa-apa lagi kubawa
Tina kembali lagi ke ranjang. Ia sudah merengek genit minta untuk masuk
babak berikutnya. Aku masih menatap dan menikmati pemandangan indah di
depanku. Tina yang sedang dalam keadaan telanjang terlentang mengangkang
di atas ranjang. Rambut hitam tipis menghiasi celah pahanya.
Kutarik kakinya sampai melewati tepi ranjang dan dalam posisi membungkuk aku segera menghisap dan mencium vaginanya.
“69 lagi To. Aku masih ingin bermain dengan penismu,” rengeknya. Kuikuti kemauannya dan kini kembali kami bermain dalam posisi 69 sampai ia benar-benar puas memberi dan menerima rangsanganku.
“69 lagi To. Aku masih ingin bermain dengan penismu,” rengeknya. Kuikuti kemauannya dan kini kembali kami bermain dalam posisi 69 sampai ia benar-benar puas memberi dan menerima rangsanganku.
Aku berjongkok di depannya. Jari tengah
dan Ibu jariku membuka vaginanya. Dengan penuh nafsu, aku menciumi
kemaluannya dan kujilati seluruh bibir luar dan sampai bibir dalamnya.
“Oh.., teruss.. An.. To.. Aduhh.. Nikmat..”.
Aku terus mempermainkan klitorisnya yang
sebesar biji kacang tanah. Seperti orang yang sedang berciuman, bibirku
merapat di belahan vaginanya dan lidahku terus berputar-putar di
dalamnya.
“Anto.., oh.., teruss sayamgg.. Oh.. Hh!!”.
Desis kenikmatan yang keluar dari
mulutnya, semakin membuat gairahku berkobar. Kusibakkan bibir
kemaluannya tanpa menghentikan aksi lidahku.
“ooh.. Nikmat.. Teruss.. Teruss..”, teriakannya semakin merintih.
Ia menekan kepalaku dan menjepit dengan
pahanya. Ia mengangkat pinggul, cairan lendir yang keluar dari dinding
vaginanya semakin membanjir. Vaginanya sudah basah terkena ludah
bercampur lendirnya. Aku jilat lagi, terasa sedikit asin dan beraroma
segar yang khas.
“Sudah Anto.. Sudah.. Ayo kita..!!”
Kulepaskan mulutku dari selangkangannya
dan aku berbaring di sampingnya. Ia naik ke atas tubuhku dan menciumi
bibir dan telingaku. Mulutku menghisap kedua payudaranya, kugigit
putingnya bergantian. Ia hanya melenguh panjang dan gairah kami
berduapun semakin memuncak.
Tangannya menyusup di sela pahaku,
kemudian mengelus, meremas dan mengocok penisku. Pantatku sesekali
kunaikkan dan menahan napas. Bibirnya mengarah ke leherku, mengecup,
menjilatinya. Napasnya dihembuskan dengan kuat ke dalam lubang
telingaku. Kini dia mulai menjilati putingku dan tangannya mengusap bulu
dadaku kemudian menjalar sampai ke pinggangku. Aku semakin terbuai
kenikmatan. Kupeluk dan kuusap pungungnya dengan lembut dari leher
sampai pantatnya. Ketika sampai di pantatnya kuremas bongkahan pantatnya
dengan gemas.
Tangan kiriku dibawanya ke celah antara
dua pahanya. Jari tengahku masuk, mengusap dan menekan bagian depan
dinding vaginanya dan bersama Ibu jari menjepit dan memilin sebuah
tonjolan daging sebesar kacang. Setiapkali aku mengusap dan memilinnya
Tina mendesis keras seperti orang yang kepedasan
“SShh.. Ouhh.. Sshhss”
Tangannya masih memegang dan mengusap
kejantananku yang telah berdiri tegak. Kembali kami berciuman. Buah
dadanya kuremas dan putingnya kupilin dengan jariku sehingga dia
mendesis perlahan dengan suara merintih.
“SShh hhiihh.. Sshh.. Ngghh.. Ayo To.. Antokhh”.
Perlahan lahan diturunkankan pantatnya
sambil memutar-mutarkannya. Kepala penisku dipegang dengan jemarinya,
kemudian digesek-gesekkan di mulut vaginanya. Terasa sudah mulai lembab
karena cairan dinding vaginanya.
Aku tersadar belum mengenakan kondom. Kudorong badannya perlahan dan kubisikkan, “Kondom..”.
Aku tersadar belum mengenakan kondom. Kudorong badannya perlahan dan kubisikkan, “Kondom..”.
Kuambil kondom yang tinggal satu dan
mulai menyobek bungkusnya. Namun sebelum kupasang ia merebutnya dan
membuangnya jauh ke sudut kamar. Kutatap mukanya, ia balas menatapku
lembut dan berbisik,”Kali ini aku ingin naturally”.
“Tapi..” Aku tak sempat melanjutkan kata-kataku karena dia telah menyumbat mulutku dengan bibirnya.
Tangannya kembali meremas dan mengocok
penisku sampai membesar dengan maksimal. Dia membawa penisku untuk
segera masuk ke dalam vaginanya. Ketika sudah menyentuh bibir guanya,
maka ditekannya pantatnya perlahan. Akupun menaikkan pantatku
menyambutnya.
Tina merenggangkan kedua pahanya dan segera kepala penisku sudah mulai menyusup di bibir vaginanya.
“Ayolah Tina.. Tekan sekuatmu.. Dorong.. Aku akan menusuk dari bawah..!!”
Tina semakin menekan pantatnya dan
peniskupun semakin dalam masuk ke lorong nikmatnya yang sempit. Tanpa
memakai kondom jelas sekali bahwa kenikmatan yang ia berikan jauh di
atas apa yang kurasakan dalam dua babak terdahulu.
“Ouhh.. Tina,” tanpa sadar aku setengah
berteriak. Ditutupnya mulutku dengan telapak tangannya dan dimasukkan
jarinya ke dalam mulutku. Kukulum jarinya dengan lembut.
Tina bergerak naik turun dan memutar.
Perlahan-lahan kugerakkan pinggulku. Karena gerakan memutar dari
pinggulnya maka penisku seperti disedot sebuah kompresor yang lembut.
Tina mulai mempercepat gerakannya namun aku mengatur kecepatan gerakan
pantatku dari bawah perlahan. Tina membuat denyutan-denyutan di dalam
lubang vaginanya.
“Tina.. Pelan saja. Kita nikmati babak terakhir ini” desisnku sambil mengulum payudaranya.
Buah dadanya yang sedang putih mulus
dengan puting yang coklat kemerahan terasa menantang untuk kulumat.
Kuremas-remas lembut payudaranya yang semakin mengeras.
“Ohh.. Teruss To.. Teruss..!” desahnya.
Kuhisap-hisap putingnya yang keras seperti biji kelengkeng, sementara
tangan kiriku meremas pinggang dan buah pantatnya. Desahan kenikmatan
semakin keras terdengar dari mulutnya.
Kemudian ciumanku beralih ke ketiaknya.
Tina mengangkat lengannya untuk memberikan kesempatan padaku menciumi
ketiaknya. Ia kegelian sambil mendesah, matanya terpejam dan kepalanya
menengadah.
“Oh.., ennaakk.., terussh..!”
Rambutnya sudah awut-awutan. Ternyata,
wanita bertubuh kecil ini benar-benar sangat ekspresif dalam menyalurkan
gairahnya. Gairah kami semakin bergelora dan kini saatnya untukku
kembali menimba kenikmatan. Kugulingkan badannya dan dengan posisi
setengah kutindih ia menjilat leher kemudian dada dan putingku. Aku
menumpukan berat tubuhku pada kedua lenganku. Sementara gerakan pantatku
sedikit kukurangi justru Tina menggerakkan pantatnya dengan cepat.
Aku merasakan nikmat yang luar biasa.
Tina tersenyum. Lalu kucium bibirnya. Kami berciuman kembali. Lidahnya
dimasukkan ke dalam mulutku, menari dalam rongga mulutku dan menjilati
langit-langit mulutku. Aku membalas dengan mengulum dan menghisap
lidahnya.
Kutarik biji penisku sehingga terasa
semakin keras dan memanjang. Pinggulnya naik menyambut hunjamanku.
Kumasukkan penisku ke dalam vaginanya sampai terasa menyentuh dinding
rahimnya.
“Oh.., Gimana.. Rasanya sayang.., Ouuh!!” aku berbisik.
“Hhahh!! Ooh.., enakk..”.
“Hhahh!! Ooh.., enakk..”.
Kini Tina yang membuat gerakan
peristaltik di sepanjang lorong vaginanya. Batang penisku seperti
dipilin-pilin. Tina terus menggoyangkan pinggulnya.
“Oh.. Tinaku.. Terus.. Sayang.. Mmhhkk..”.
Pinggulku kuhujamkan lagi lebih dalam.
Tina dengan gerakan pinggulnya yang naik turun dan berputar semakin
menenggelamkan kontolku ke liang kenikmatannya.
“Oh.. Isap dadaku.. Sayaangg, remass.. Terus.. Oh.. Uhhu..!” Erangan dan rintihan kenikmatan terus memancar dari mulutnya.
“Oh.. Tina.., terus lebih cepat..”, teriakku menambah semangatnya.
“Oh.. Tina.., terus lebih cepat..”, teriakku menambah semangatnya.
Goyangan pinggulnya semakin di percepat. Tangannya memeluk erat leherku.
“Ahh.. Ah.., aku.. Cepat.. Aku.. Maa.. Uuu.. Keluuaarr, .. Oh..!” ia mendesah.
“Jangan.. Dulu aku masih ingin menikmatimu!” kataku terengah-engah.
“Jangan.. Dulu aku masih ingin menikmatimu!” kataku terengah-engah.
Aku tahu wanita ini hampir mencapai
puncak kepuasan tertinggi, namun aku masih ingin menikmati tubuhnya.
Kuberikan isyarat agar ia menghentikan gerakannya dulu sambil
beristirahat sejenak. Kami hanya berdiam dengan saling memeluk.
Kali ini tidak ada erangan atau pekikan.
Yang ada hanya desisan kecil dan desahan lembut. Hanya otot kemaluan
kami yang saling berkontraksi yang satu mendesak dan yang satu lagi
menjepit. Rasanya penisku seperti diisap oleh sesuatu seperti lumpur
hidup. Tangannya terus mengelus punggung dan pinggangku.
Setelah beberapa saat berdiam, maka
dengan perlahan aku mulai menggenjotnya lagi. Aku menggenjotnya dengan
pelan tujuh kali dan pada hitungan ke delapan kuhempaskan seluruh berat
tubuhku di atas tubuhnya.
“Hhgghhkk..”. Ia menahan napas menahan berat tubuhku.
Bibirnya mengejar putingku dan mengulumnya.
“Ohh.. Tina.. Geli.. Desahku lirih. Namun Tina tidak peduli. Ia terus mengecup, mengulum putingku kanan kiri berganti-ganti.
Karena rangsangan pada putingku maka kupercepat genjotanku sehingga ia memekik-mekik kecil.
“Oh.. Anto.. Nikmatnya.. Jantanku.. Kuda liarku.. Kamu..!”
Ia diam hanya menunggu dan menikmati
gerakanku. Beberapa saat ia hanya diam saja, seolah-olah pasrah. Aku
menjadi gemas, kutarik rambutnya kebelakang. Dadanya naik dan kugigit
putingnya. Kukecup gundukan payudaranya kuat sampai memerah
“Ouhh.. Sakit.. Ped.. Dih. Ouhh..!”
Kurasakan aku tidak akan kuat lagi
menahan desakan dalam saluran kencingku. Kutatap matanya dan kubisikkan,
” Sekarang.. Yang.. Sekarang”.
Ia mengangguk lemah,” Yyachh.. Eghhkk”.
Begitu semprotan pertama kurasakan sudah
di ujung lubang kencingku, maka kembali kuhempaskan tubuhku ke bawah.
Tina menyambutnya dengan menaikkan pinggulnya kemudian memutar dengan
cepat dan kembali turun. Tangannya menjambak rambutku dan kemudian
memukul-mukul punggungku. Kutarik rambutnya dan kutekan kepalaku di
lehernya.
“Oh.. To.. Anto.., kau begitu liar dan pintar memuaskanku.”, ujarnya.
Denyutan demi denyutan berlalu dan semakin lama semakin melemah. Kukecup bibirnya dan menggelosor di sampingnya.
“Kalau begini rasanya aku tidak mau pulang malam ini To” katanya mesra sambil mengusap-usap dadaku.
“Jangan, nanti kamu dicari keluargamu”.
“Jangan, nanti kamu dicari keluargamu”.
Setelah beberapa lamanya berpelukan dan
beberapa kali ciuman ringan. Hembusan udara dingin dari AC kembali
terasa menggigit kulitku. Jam sembilan malam kami check out dan jam
sebelas kami sudah sampai di rumah. Kami turun di terminal dan naik ojek
ke rumah. Ia melarangku untuk mengantarnya.
“Nggak usah To, nanti nggak enak sama
tetangga. Kalau aku pulang sendirian orang tidak akan curiga. Besok kamu
pulang ya? Jangan lupa nanti kalau pulang kampung beritahu aku. Kita
berangkat pagi-pagi agar mempunyai waktu lebih lama. Kalau perlu
menginap dua atau tiga malam,” katanya sambil tersenyum.
Menginap dengan Tina? Ada yang mau?
Link Alternatif Sbobet : www.7sbobet.com
Posted By : Agen Tangkas Terpercaya
No comments:
Post a Comment